Ada banyak orang
baik di dunia ini.
Yang satu macam ini,
baiknya kepada orang-orang yang telah dikenal dekat dan akrab. Itu berarti
keluarganya sendiri, pacarnya, atau isteri/suami dan anak-anaknya, teman-teman
dekatnya. Jadi, walaupun orang-orang tersebut tidak selalu berbuat kebaikan
padanya, dia sudah terbiasa dan terus berbuat baik pada mereka. Tapi tidak pada
yang lain. Orang-orang yang telah mengenalnya dengan dekat akan bilang, “Dia
orang baik.” Yang lainnya bilang, “Dia orang yang menyebalkan dan kasar.” Si
orang baik ini berkata, “Siapa lagi yang bisa kuandalkan bantuannya jika aku
sedang butuh kalau bukan mereka yang dekat denganku? Aku butuh mereka, oleh
karena itu aku berbuat baik pada mereka. Merekalah yang tercepat untuk diakses.”
Ada orang baik lain yang
menunggu dirinya punya kelebihan dulu untuk bisa memberi. Seperti teko atau
gelas yang diam yang airnya hanya akan keluar kalau sudah luber. Jadi, jangan
berharap akan ada air yang mengalir keluar kalau belum benar-benar penuh. Dia
akan berbuat kebaikan di (kadangkala) saat ada kenaikan gaji atau waktu
menerima gaji ketigabelas. Itu pun setelah semua kebutuhan dan keinginannya
terpenuhi. Katanya, “Kalau kau sudah pernah naik pesawat terbang, maka kau akan
ingat perkataan pramugari, bahwa kau harus memakai masker oksigen dulu, baru
kau berikan pada anak kecil di sebelahmu. Kalau tidak begitu, bisa-bisa kau
keburu mati lemas duluan.” Kalau ada orang yang mengetuk pintunya minta
sumbangan, dia tidak memberi, katanya sambil bersungut-sungut, “Orang saya saja
juga sudah hidup susah begini.”
Ada orang baik yang
perbuatan baiknya sangat tergantung pada suasana hatinya. Bila dia berbuat
baik, maka orang-orang berkata, “Tumben. Pasti mood-nya lagi bagus, tuh.” Jadi, bila misalnya dia sedang jatuh
cinta, dia melihat segala sesuatu di sekitarnya indah sampai-sampai dia bisa
memeluk nenek-nenek yang lewat di depannya. Sebaliknya, bila suasana hatinya
sedang buruk, untuk amannya lebih baik jangan berada dekat-dekat. Orang lain
yang sudah paham hanya akan berada dekat dengannya atau meminta kebaikan
darinya bila suasana hatinya sedang baik, atau lebih pintar lagi, mampu membuat
hatinya senang untuk bisa mendapat kebaikan darinya.
Ada orang baik yang pakai
hitungan dagang, seperti transaksi bisnis. Inti pertanyaannya: ‘kalau saya
berbuat baik padamu, apa untungnya buat saya?’ Jika tidak ada keuntungan
sepihak untuknya, setidaknya harus ada keuntungan timbal-balik yang sepadan. Tidak
ada makan siang yang gratis. Bila ada orang yang berbuat baik padanya, walaupun
orang itu tidak meminta balasan apa pun, dia akan mengusahakan membalas
kebaikan tersebut. Sebaliknya, untuk dirinya memulai suatu perbuatan baik,
lagi-lagi dia kembali pada inti pertanyaannya: kalau saya berbuat baik padamu,
apa untungnya buat saya? Kalau pun dia tidak meminta balasan sekarang, maka
hutang-hutang budi itu akan ditagihnya suatu saat nanti, ketika dia sudah
lemah, tidak punya apa-apa dan tua renta. Para orang tua yang menganut kebaikan
macam ini, jelas akan menanamkan prinsip ini sejak dini kepada anak-anaknya
sehingga anak-anaknya percaya bahwa begitulah adanya kebaikan. Harus
timbal-balik. Jika tidak segera, maka suatu saat nanti.
Lalu ada orang baik macam
yang lain, yang baik pada segelintir orang pilihan. Dia hanya baik pada
orang-orang yang selama ini telah lama berbuat kebaikan pada dirinya, terutama
orang-orang yang tidak pernah mengecewakannya. Pada orang-orang yang sudah
pernah mengecewakannya (berkali-kali), dia tidak sudi lagi berbuat baik. Kapok.
Dengan sendirinya, orang-orang yang tak dikenal tidak masuk hitungan. Orang-orang
yang selama ini berbuat baik padanya bilang, “Dia orang baik.” Orang-orang yang
tidak berbuat baik padanya bilang, “Siapa bilang dia baik?”, dan yang pernah
mengecewakannya (berkali-kali) bilang, “Dia dulu orang baik. Tapi sekarang dia
sudah berubah.” Si orang baik ini berkata, “Untuk apa berbuat baik pada
orang-orang yang jahat padaku? Hanya orang-orang baik yang pantas mendapat
perlakuan baik juga. Hidup ini perjuangan. Yang sia-sia jelas tidak pantas
untuk diperjuangkan.”
Satu macam orang
baik yang lain, dia punya muatan kebaikan begitu banyak untuk dibagikan ke
banyak orang. Tidak terbatas pada keluarganya, teman-teman dekatnya,
teman-teman keluarganya atau keluarganya teman-temannya, dia juga baik pada
orang-orang yang baru dikenalnya. Dia percaya manusia itu baik. Banyak orang
merasa nyaman berada di dekatnya, berbagi kisah mereka padanya. Mereka bilang,
“Dia baik pada semua orang tanpa membeda-bedakan.” Begitu baiknya, sampai
orang-orang yang tidak tahu berterima kasih cenderung menyia-nyiakan dan
menghamburkan pemberian kebaikan darinya karena berpikir bahwa dia akan
senantiasa baik dan dapat diandalkan bantuannya. Kepada orang-orang seperti
ini, si orang baik ini sabar menunggu perubahan ke arah yang lebih baik tidak
peduli betapa dia sudah tercederai oleh perilaku orang-orang itu. Bahkan ketika
teman-temannya sudah gemas melihat air susu dibalas air tuba dan menasihati
orang baik itu untuk menghentikan perbuatan baiknya pada si air tuba.
Terkadang, si orang baik ini terjatuh ke jurang yang diciptakan orang lain
untuknya.
Ada satu macam orang
baik yang hanya akan bersikap baik kalau ada perlunya. Dia punya kepentingannya
sendiri, tujuannya sendiri. Jika dia menilai bahwa seseorang akan berguna untuk
kepentingannya, maka dia mendekati orang tersebut dan bermanis-manis padanya.
Kata-kata pujian berbunga berhambur sampai besar kepala orang itu sehingga mau
melakukan apa saja buat si orang baik tersebut. Hadiah-hadiah dan perhatian
akan diberikan sampai-sampai orang bersedia mengorbankan hidupnya untuk si
orang baik. Kebaikannya bisa bertahan lama tergantung apakah tujuannya sudah
tercapai atau belum. Jika sudah, bisa diduga, si orang baik akan mencampakkan orang
yang sudah dihisap manisnya sampai tinggal sepahnya. Si orang terbuang itu
sampai-sampai merasa terperangah karena tiba-tiba saja hubungan mereka
terputus. Tidak ada kabar, jika ditelpon tidak diangkat, di-SMS tidak dijawab.
Terkadang, tidak harus menunggu sampai dihisap habis sari manisnya untuk
dicampakkan. Alasannya, tiba-tiba muncul orang lain yang lebih segar, lebih
kuat, lebih menarik, lebih kental sari manisnya yang bisa dihisap oleh si orang
baik. “Tentu saja. Mengapa tidak? Dia sudah tidak ada gunanya lagi bagiku,”
demikian kata si orang baik ini.
Ada orang baik yang
terpaku pada kepercayaannya sendiri tentang baik, menurut versinya sendiri.
Seringkali dia memaksakan kebaikannya kepada orang lain meskipun orang lain
tersebut tidak butuh. Bila dia percaya bahwa bersih dan sehat itu adalah baik,
maka dia akan sibuk memasak makanan sehat tanpa vetsin menu vegetarian untuk
orang lain yang sebenarnya gemar jajanan fried
chicken bervetsin atau membersihkan kamar orang lain yang sebenarnya senang
bila kamarnya dibiarkan amburadul dan kotor seperti biasanya. Atau dia akan
sibuk mencarikan jodoh untuk orang-orang jomblo yang sejatinya senang dengan
kebebasan hidup dengan status single.
Walaupun sudah dijelaskan sekonkrit mungkin di depan mukanya dengan gerakan
bibir sejelas-jelasnya bahwa seseorang tidak menginginkan kebaikan semacam itu,
si orang baik tersebut akan masih bergerilya melancarkan kebaikan-kebaikannya,
masih menurut versinya sendiri. Terkadang, bahkan seringkali, dia akan
menunjukkan ekspresi terluka bila kebaikannya ditolak. “Saya berbuat ini kan demi
kebaikanmu!” Maka, demi kebahagiaan si orang baik, orang lain menerima saja
kebaikan-kebaikan tersebut, dengan terpaksa.
Ada satu macam orang
baik yang berbuat kebaikan karena ajaran, perintah atau suruhan. Ketika ditanya
alasannya berbuat baik, sambil mengangkat bahu, ujung-ujungnya jawaban yang dia
berikan, “Karena saya disuruh melakukan itu,”. Orang baik bermental pengikut
ini tidak paham konsekuensi dan tanggung jawab dari segala perbuatannya,
termasuk perbuatan baiknya. Dia menunggu perintah, bergerak ketika disuruh,
patuh pada ajaran, bahkan ketika dia sedang tidak ingin. Kadang-kadang kebaikannya
karena ada bayaran atau iming-iming imbalan.
Ada orang baik yang
sesuai dengan ungkapan ‘teman di kala senang’ atau ‘ada gula ada semut’. Yang
ini tidak asing, bukan? Mereka memeriahkan pesta-pesta dan acara-acara
bersenang-senang lainnya. Kalau berjumpa, peluk erat cipika-cipiki dengan tawa
yang meledak-ledak dan ekspresi yang nyaris histeris. Mereka ada di saat-saat
kejayaan dan perayaannya. Pokoknya, kalau ada mereka, dijamin acara jadi ramai
dan hidup. Party goers! Party hard! Tapi kalau seseorang sedang
jatuh, mereka semua mabur, mencari pesta di tempat lain di perayaan kejayaan
orang lain.
Orang baik lain
berbuat baik pada yang lain karena sedang dalam kondisi yang sama, dalam perahu
yang sama, di arus yang sama. Para mania klub sepak bola, mereka yang berpawai
untuk kampanye partai, massa besar dalam demonstrasi, mereka yang berdiri di
sisi yang sama dalam konflik antar golongan, dalam euphoria massal seperti itu yang terutama bagi mereka adalah
persamaan dalam kondisi khusus tersebut. Semua orang terlihat sebagai orang
baik pada saat itu. Makanan dan minuman dibagi-bagi, alas duduk digelar untuk
dipakai sama-sama, temanmu adalah temanku juga. Selesai acara, kebanyakan
kembali ke kehidupan masing-masing. Beberapa mungkin masih meneruskan
perjumpaan dan lebih banyak perbuatan baik lagi. Sebagian besar yang lainnya
tidak berlanjut, dan jika tak sengaja berjumpa lagi satu sama lain mungkin
kembali menjadi orang asing.
Ada macam orang baik
yang berbuat baik untuk menjerat orang lain masuk perangkapnya. Kira-kira mirip
seperti para pihak peminjam uang yang mengenakan bunga tinggi bagi pihak
peminjam. Biasanya, orang-orang meminta bantuan dari orang baik semacam ini karena
dia adalah pilihan terakhir satu-satunya, daripada mati kelaparan, bunuh diri
atau dibunuh. Hanya sedikit orang yang bisa benar-benar lepas dari jeratnya.
Sementara banyak orang lainnya yang terus-terusan dijerat hutang hasil dari
satu-dua kebaikan yang pernah diterima dari si orang baik ini. Si orang baik
ini akan memasang paras seperti malaikat pada para calon mangsanya. Tapi begitu
jerat mengena, tidak ada lagi muka manis, bulan promosi habis sudah. Untuk
memastikan para korbannya tetap berada dalam jeratnya, biasanya si orang baik
ini punya tukang-tukang pukulnya atau gerombolan premannya sendiri. Herannya,
walaupun sudah banyak korban berjatuhan, orang-orang lain yang sudah tahu
tabiatnya masih saja nekat minta bantuan dari orang ini. Yah itulah, karena
sudah tidak ada pilihan lagi. Alias, sudah tidak ada orang baik lagi yang bisa
dimintai pertolongan dalam keadaan mendesak.
Satu macam orang
baik lainnya suka memberikan ujian ke orang lain dulu sebelum dia berbuat baik
ke orang tersebut. Orang-orang yang tidak lulus “ujian” merutuk, merasa
dikerjai, dipermainkan dan tidak habis pikir mengapa diperlakukan seperti itu. Orang-orang
yang lulus ujian pada awalnya tidak bisa memahami si orang baik, sampai
akhirnya mereka paham alasannya dan hanya tersenyum geli dan manggut-manggut.
Mengapa? “Karena aku tidak bisa membedakan mana lawan dan mana kawan sampai
mereka lulus ujian,” kilahnya dengan santai. “Begitu pula dengan orang-orang
pandir dan orang-orang bijak. Aku tidak ingin membuang-buang waktu berada
dengan manusia tak berguna.” Dia tidak peduli ketika ditantang dengan
pernyataan bahwa dia hanya menciptakan banyak musuh. Baginya, dia tidak perlu
berteman dengan semua orang, dia tidak sudi menjadi alat pemuas.
Ada orang baik yang dengan
cermat menimbang kemungkinan terjadinya ketergantungan dan siklus pamrih
timbal-balik tak berkesudahan, mencegahnya sebelum terjadi. Dia sendiri yang
memutuskan kapan akan berkata “cukup sudah”. Jika ada orang datang meminjam
uang padanya, maka dia hanya akan memberikan sebagian saja dari jumlah yang
dimohonkan. Dan jika uang itu tidak dikembalikan sesuai janji, maka ketika lain
kali orang lain itu datang kembali mau berhutang lagi, maka si orang baik akan
bilang, “Aku tidak akan meminjamkan lagi uangku padamu bila kau belum membayar
lunas hutangmu yang lalu.” Sebagian orang berpendapat si orang baik yang satu
ini tidak bisa ditipu atau dipermainkan. Sebagian orang lain berpendapat bahwa
si orang baik ini sebenarnya tidak baik dan tidak tulus karena sangat
perhitungan. Bisa dibilang pelit, malah, karena dia tidak memberikan sebanyak
yang dia mampu. Di lain pihak, jika si orang baik ini harus meminta bantuan
orang lain, maka dia akan mengatur seberapa banyak/sering yang diminta yang dia
sanggup balas. Dia tidak suka berhutang budi dan juga tidak ingin membuat orang
lain merasa berhutang budi padanya.
Ada orang baik lain yang
seperti Robin Hood, yang merampok dari orang kaya untuk diberikan ke orang
miskin dan menderita. Orang-orang kaya akan menganggap si Robin Hood kerjanya hanya
menipu dan bikin kekacauan saja, sebaliknya orang-orang miskin menganggap dia
sebagai pahlawan mereka. Dia tidak terlalu ambil peduli pada moral dan hukum. Dia
berpendapat, harus ada orang yang berani main kotor untuk keadilan di atas
bumi. Bila para orang suci dan orang pengecut tidak mau mengambil peran ini,
maka tak ada pilihan lain, dirinya-lah yang maju bermain. Makanya dia
seringkali dicap sebagai pemberontak dan kriminil oleh pencipta dan penjaga hukum.
Terkadang panggung permainan Robin Hood bukan antara orang kaya-orang miskin
saja. Ada yang antara orang jahat dan orang baik, yang dimuliakan dan yang
dihinakan, yang membodohi dan yang dibodohi, yang kuat dan yang lemah, dll.
Selama yang berkelebihan tidak bersedia berbagi dengan yang berkekurangan, bila
dengan cara baik-baik dan cara yang pantas mereka tetap tidak bersedia, maka
sudah saatnya pakai cara yang tidak baik-baik. Sah-sah saja.
Ada orang baik yang
seperti jin dalam botol. Kepadanya orang hanya bisa minta kebaikan dalam jumlah
atau takaran tertentu, dan setelah itu selesai sudah. Jadi, pikirkan baik-baik
sebelum meminta karena kesempatan yang diberikan benar-benar terbatas.
Kesempatan sekali, atau dua kali, atau tiga kali seumur hidup. Tidak jelas
benar apa alasan dan motivasi orang baik semacam ini yang memilih membatasi
kebaikannya sedemikian. Tapi dari perjumpaan dengannya, orang-orang biasanya
jadi lebih baik mengenal dirinya sendiri, atau akhirnya harus menelan rasa
penyesalan yang pahit akibat salah menimbang permintaan dan menyia-nyiakan
kesempatan langka.
Lalu, orang baik
yang lain lagi berbuat kebaikan untuk maksud belajar dan mengajar. Seperti seorang
guru yang partisipatif. Untuknya berbuat suatu kebaikan, dia telah menjalani
perenungannya. Dan setelahnya, dia masih mengamati bagaimana perbuatan baiknya
itu membuahkan akibat-akibat tertentu. Lalu dia belajar dan mengambil keputusan
untuk perbuatan baik berikutnya. Begitu pula jika orang lain berbuat kebaikan
padanya, dia tidak serta-merta menerima. Dia ingin belajar sesuatu dari situ.
Dia pun ingin orang lain belajar dari perbuatan-perbuatan baik yang terjadi.
Dalam pikirannya ada banyak pertanyaan dan dia mencari jawaban. “Jika aku
melakukan ini, apakah akan membuat dia bertambah kuat atau malah bertambah
lemah? Apa yang dia pelajari dari kebaikan yang diterimanya? Apakah ini
benar-benar diperlukan ataukah sia-sia saja?” dll, dll.
Orang baik yang
lain, dia baik hanya pada satu orang lain. Satu orang saja. Atau dua, lah. Orang
yang dianggap permata hatinya, bola matanya. Dan kebaikannya nyaris tak
terbatas. Kepada orang-orang lainnya, dia tidak ambil pusing. Pada orang-orang
lain dia biasanya kejam dan tidak peduli. Tapi pada si permata hati, dia jinak
dan lembut sekali. Orang-orang bilang, “Tidak ada orang yang bisa memahaminya.
Hanya dia saja (satu orang itu) yang bisa paham, dan kepada dia sajalah orang
itu baik.” Jika ingin mendapatkan kebaikannya, maka orang-orang harus meminta
melalui si permata hati atau bola mata. Jangan sampai si orang baik tahu bahwa
permintaan tersebut berasal dari orang lain karena pasti tidak akan dikabulkan.
Harus dibuat seolah-olah datang dari dan untuk si permata hati-bola mata. Kalau
mau memeras habis orang baik seperti ini, gampang. Culik saja permata hatinya
dan mintalah tebusan sebesar-besarnya. Tapi kalau sampai permata hatinya
terluka, kau akan dikejarnya sampai ke lubang kuburmu.
Ada orang baik yang
sepanjang hidupnya dikenal jahat, tapi tiba-tiba saja dia menjadi baik, pada
semua orang. Tiada lain karena ajalnya sudah menjelang, atau dia baru saja
bertobat. Jika bukan karena dia sebentar lagi mau mati, maka orang-orang akan
membalaskan dendam lama mereka padanya. Orang biasanya merasa kasihan sehingga
memberikan kesempatan padanya untuk menebus dosa-dosa masa lalunya dalam sisa
masa yang singkat itu. Seolah-olah vonis mati sudah cukup untuk penebusannya,
apalagi bila ditambah embel-embel dia mengidap penyakit parah yang mematikan.
Sialnya, buat mereka yang baru saja bertobat tapi belum datang ajal, sebagian
orang akan balas dendam dulu atau setidaknya memuntahkan perasaan marah dan
kecewa yang selama ini mereka pendam. Mereka yang baru saja keluar dari
penjara, pekerja seks komersial yang memutuskan kembali ke jalan yang lurus, keluar
dengan diri yang baru, dengan kelakuan yang baik. Kebaikannya kemungkinan besar
akan disambut dengan perasaan curiga, ditolak dan dihina.
Ada orang baik yang
tidak baik pada siapa pun kecuali pada dirinya sendiri. “Luar biasa egois dan
narsis,” komentar orang-orang yang mengenalnya. Tapi dia masih melakukan
perbuatan baik, setidaknya pada dirinya sendiri. Dia bisa saja menciptakan
kerusakan dan kerugian pada orang-orang di sekitarnya untuk pemuasan dirinya.
Tapi bisa saja dia tidak seperti itu. Tanpa mengambil keuntunga apa pun dari
orang lain atau tanpa merugikan siapa pun, dia memenuhi, mencukupi semua
kebutuhannya sendiri dan memanjakan dirinya sendiri secara berlebihan. “Peduli
amat, yang penting kan saya tidak merugikan siapa pun!”
Ada orang yang tidak
berbuat baik pada siapa pun, bahkan pada dirinya sendiri sekali pun. Kasihan
sekali. Semua orang bilang, “Jangan dekati dia. Dia sangat tak ramah. Tidak ada
orang yang tahan berada di dekatnya.” Orang ini pun berkata, “Persetan dengan
semua orang. Persetan dengan hidup ini. Persetan dengan semuanya. Tidak ada
lagi yang perlu dipertahankan di dunia ini. Lebih baik aku cepat mati, lebih
cepat lebih baik.” Apatis. Depresif. Tidak waras. Bahkan ketika ada orang lain
yang mengulurkan tangannya, dia menghardik dan mengusir, meneriakkan betapa dia
tak butuh kebaikan-kebaikan itu. Mungkin dia sedang dalam keadaan berduka di
tahap kemarahan. Mungkin sedang berada di titik nadir hidupnya. Mungkin dia
sedang dilanda rasa kecewa dan marah yang begitu besarnya akan sesuatu. Mungkin
dia sedang mengalami krisis besar dalam hidupnya. Mungkin juga lagi korslet.
Yang terakhir ini,
si orang baik super brilian. Dia mampu memunculkan kebaikan-kebaikan dari
nyaris semua macam orang baik. Kebaikannya licin, sangat fleksibel dan
cemerlang. Karena dia menggunakan kebaikannya untuk memunculkan kebaikan orang
lain dengan karakter dan dalam kondisi tersulit sekalipun, maka hampir semua
orang memandang dia sebagai orang baik, tapi juga cukup membingungkan sekaligus
mengundang decak kagum. Dia berlatih dan bekerja keras untuk menguasai
kemampuan ini sehingga pantaslah untuk diacungi semua jempol yang ada. Orang
baik seperti ini mungkin saja ada, mungkin juga cuma ada dalam khayalan saya. Khusus
untuk dia, penjabaran tentangnya tidak cukup dimuat dalam satu paragraf saja.
Dia akan
mengusahakan kedekatan dengan orang baik yang berbuat baik hanya kepada
orang-orang yang telah dikenal dekat dan akrab. Tidak lupa mengucapkan salam
sesering mungkin dan bersedia mendengarkan keluh-kesahnya, jadi pundak tempat
mencurahkan ratapan. Dia mengamati, menunggu dan menangkap kesempatan saat di
mana orang baik yang seperti teko pasif airnya mulai luber. Hal yang sama juga
berlaku untuk orang baik yang tergantung pada suasana hati dan tentu, karena
dia pintar, dia bisa memunculkan suasana hati yang baik untuk orang itu. Kepada
orang baik yang memakai hitungan dagang, dia bisa menawarkan kesempatan kerja
sama yang saling menguntungkan. Dia berusaha sekuatnya untuk tidak pernah
mengecewakan si orang baik yang baik hanya kepada segelintir orang yang tidak
pernah mengecewakan. Tentu saja, akan jauh lebih mudah bila kasusnya dengan
orang baik yang punya kapasitas kebaikan tak terbatas. Untuk orang baik yang
baik jika ada perlunya, dia tidak berkeberatan dimanfaatkan namun juga
berhati-hati untuk tidak dirugikan serta tahu kapan saatnya balik memanfaatkan
orang tersebut. Pada orang baik yang terpaku pada versi baiknya sendiri, dia
bersikap santai saja menerima kebaikan itu, mengucapkan terima kasih karena
tahu itu akan membahagiakan si pembuat kebaikan, dan bila perlu secara
bergerilya pula menyalurkan kebaikan tersebut pada orang-orang yang lebih
membutuhkan. Kepada orang baik yang bermental pesuruh, dia juga menerima kebaikan
suruhan dan secara tersirat menyuruh orang tersebut berbuat baik pada dirinya
sendiri (maksudnya si orang pembuat kebaikan bermental pesuruh itu), maupun
pada orang lain. Dia bersenang-senang dengan enjoy-nya bersama orang-orang baik peramai pesta dan keluar dari
pesta ketika sudah merasakan cukup serta memberikan informasi pada mereka
mengenai pesta-pesta yang akan diadakan. Bersama orang-orang baik yang berada
dalam perahu yang sama, dia bisa melompat masuk ke dalam perahu itu,
menonjolkan sebanyak mungkin persamaan yang bisa ditemukan. Dia lebih
berhati-hati lagi kepada orang baik yang memasang jerat dan perangkap, menolak
dengan halus tawaran kebaikan mereka sambil tidak lupa melakukan perbuatan baik
yang tak berbahaya pada para penjerat tersebut. Karena pada dasarnya dia orang
yang tangguh dan cerdas, dia bisa lulus dalam ujian-ujian yang dibuat oleh
orang-orang baik yang mengujinya. Dia paham benar akan pertimbangan orang baik
yang menghindari ketergantungan dan mudah baginya untuk bermain dengan aturan-aturan
itu, karena dia pun tidak butuh untuk sampai menjadi tergantung. Dengan si
Robin Hood, dia bisa menjadi mitra dalam kejahatan, atau istilah kerennya partner in crime. Cukuplah baginya peran
di belakang layar, sambil tak lupa meminta jaminan perlindungan dan kerahasiaan
bahkan penyangkalan dari Robin Hood atas keterlibatannya dalam
kejahatan-kejahatan yang dilakoni si Robin Hood. Kepada Jin dalam Botol, sambil
tersenyum dia akan meminta satu hal saja: kabulkan seribu permintaanku. Dia
akan berguru, belajar dan menjadi teman diskusi tentang kebaikan dan hidup
kepada orang baik yang berperan seperti guru yang partisipatif. Pada orang baik
yang hanya punya satu-dua permata hati, dia akan membuat permata hati berhutang
budi padanya dan memastikan hal itu diketahui oleh si orang baik. Dia akan
mengampuni dan melupakan masa lalu orang baik baru yang sedang menanti ajal dan
yang baru bertobat. Dia akan melimpahkan puja-puji kepada orang egois yang
narsis. Tidak sulit baginya. Untuk semua itu, dia tidak perlu bekerja sendiri.
Dia bisa mengajak kerja sama orang-orang baik lainnya, dia bisa berperan
seperti jaringan pipa saluran untuk seribu rumah, atau membangun jaring
laba-laba di antara semua orang baik. Dan terakhir, untuk orang yang tidak
berbuat baik pada siapa pun, dia memilih untuk berdiam di dekat orang itu,
tidak melakukan apa-apa selain menunggu adanya tanda-tanda adanya kemungkinan
dia bisa berbuat sesuatu, apa pun itu.
Jadi, begitulah.
Kebaikan itu tidak mutlak. Kebaikan itu relatif. Untuk seseorang disebut baik
atau tidak, itu juga relatif. You got it?
RTTb, 4 Desember
2012.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar