MENGANTAR DI PINTU RUANG BERCERMIN

Berbagi Cermin Hidup...

Adalah niatanku (dan mereka yang turut berkisah) untuk saling berbagi proses dan hasil perenungan hidup kami. Aku masih seorang pemula, dan pasti juga bukan perintis. Kita teruskan saja apa yang pernah dan masih menjadi baik.
Jika kau bisa menemukan cerminmu di kisah-kisah yang kuceritakan, aku ikut merasa senang. Jika tidak, berbagilah dengan orang-orang lain, karena mungkin seseorang yang lain bisa menemukan cerminnya di situ.
Mari berbagi cermin hidup.

Minggu, 05 September 2010

ANAK-ANAKKU YANG ADA DI SURGA...

Anak-anakku yang ada di surga, dengarlah ibumu berdoa...
Jika Tuhan dan surga-Nya ada, kupastikan kalian berbahagia di sana, diasuh-kasih orangtua yang tidak bisa lebih sempurna selain Tuhan saja, di tempat yang tidak bisa lebih sempurna selain surga. Jika Tuhan dan surga-Nya ada, maka aku percaya kiranya kalian pun ada, di sana.

************

Ah, ibumu ini sudah berusia, tinggal beberapa tahun lagi saja sebelum rahim ini berhenti berharap isi. Sedangkan ibumu ini sudah sejak lama berharap agar rahim ini tak diisi manusia-manusia yang harus tercerabut dari surga mereka.

Anak-anakku, awalnya ibumu tak pernah tahu apa itu artinya bahagia, hingga sekarang pun ibu ragu ibu pernah memiliki kebahagiaan. Mungkin pernah ibu mengalami ekstasi dan euphoria singkat, tapi apakah bahagia itu? Bagaimana rasanya jika dia adalah rasa (atau perasaan)? Apakah bahagia itu sama dengan rasa senang, atau gembira, atau kesukaan? Jika ya, mengapa tidak pernah bertahan?

Banyak orang bilang bahwa kebahagiaan adalah tujuan akhir kehidupan. Jika adanya hanya sementara-sementara saja, maka dia bukan tujuan atau dia bukan kebahagiaan lagi, bukan? Ataukah kami manusia bumi sebenarnya hanya sedang ditipu oleh halusinasi kami sendiri saja?

Apakah kebahagiaan boleh menutup indera ragawi dan indera hati terhadap penderitaan orang lain? Jika boleh, bukankah dia lalu bersifat egois? Kalau dia egois, maka ibu hendak menyebutnya rasa narsis yang autis. Jika tidak, maka bagaimana mungkin orang bisa bahagia? Ah, maafkan ibumu yang mengujarkan pertanyaan-pertanyaan tak bahagia ini. Tapi ibu memiliki maksud sendiri. Ialah untuk menyampaikan pada kalian mengapa ibu memilih untuk tidak melahirkan kalian ke dunia ini.

Anak-anakku yang ada di surga, dengarlah ibumu berdoa...
Ibu bersedih hati melihat dunia ini dan hidup dalam kehidupan ini. Keindahan-keindahan hanya hadir sementara, dan cepat atau lambat sebagian besarnya akan musnah. Sisanya hanya akan jadi milik secuil jumlah umat saja. Yang ada dan terus bertambah hanyalah penderitaan di sana-sini, di dalam sini dan di luar sana. Jeri rasanya membayangkan masa ke depan. Orang-orang baik memang bekerja sekuat tenaga untuk merubah, tapi yang memusuhi mereka amat-sangat banyak dan kuat.

Ibu rasa Tuhan dan alam sedang ingin mengganjar kami setelah sekian lama bersabar dan rajin memberi tanda-tanda. Ibu maklum sekali. Wajar saja. Memang kami ini makhluk kurang ajar. Kami hanya membuat bumi jadi semakin tidak aman untuk ditempati. Ibu tidak yakin ibu akan mampu memelihara dan melindungi kalian dalam kehidupan seperti ini sekarang dan ke depan. Siapalah ibumu ini? Manusia biasa yang mungkin tidak lama lagi mati.

Maafkan ibumu kalau ibu juga harus menyampaikan ini: ibu juga tidak mampu menjamin bahwa kalau pun kalian lahir, maka kalian akan menjadi manusia baik yang tidak egois atau narsis. Sebab, ibu-ibu para pemerkosa, pembunuh dan pelaku zalim, tidak pernah menginginkan dan mengira anak-anak mereka menjadi demikian, namun jadi jugalah anak-anak mereka demikian. Berapa banyak ibu yang pernah berharap tidak pernah melahirkan anak-anak manusia itu?

Kejamkah ibu? Itu biarlah kalian saja yang menilai. Yang ibu tahu, ibu akan terluka kalau tidak bisa bertanggung jawab atas pilihan ibu, atau ibu tidak mampu ikut menanggung luka-luka kalian. Karena kalian adalah kekasih hati ibu, manalah mungkin ibu tahan melihat kalian menderita? Ibu sudah sering merasakan luka dan banyak luka yang tidak bisa dibagi atau ditanggung bersama orang lain. Jangankan melihat penderitaan kalian, ibu sudah terlalu sering patah hati menyaksikan penderitaan orang-orang lain. Lalu, kenapa kalian juga harus menderita?

Jadi, tidakkah jauh lebih baik kalian tetap bermain-main saja di surga selamanya? Dengan tidak pernah lahir, setidaknya ibu dan kalian bisa menjamin tidak lagi bertambah manusia jahat yang lahir dari rahim ibu, atau dari rahim-rahim kalian. Dengan tidak pernah lahir, kalian tidak perlu mengalami kesedihan dan penderitaan di dunia ini. Dengan tidak pernah lahir, kalian tidak perlu mencari dan mengimpi kebahagiaan lalu frustrasi.

Anak-anakku yang ada di surga, dengarlah ibumu berdoa...
Ibu tidak akan mampu menanggungnya bila suatu hari nanti, bila kalian pernah terlahir, kalian mempertanyakan mengapa dari awalnya ibu memutuskan melahirkan kalian. Bila kalian sempat hidup di dunia ini dan merasa amat tidak berbahagia, lalu kalian berbalik dan memandang pada ibu menanyakan pertanyaan itu...

Karena ibu pun pernah bertanya yang demikian itu pada kedua orang tua ibu, dan mereka tidak bisa menjawab ibu. Mereka hanya menyuruh ibu bersyukur atau mempertanyakan mengapa ibumu ini tidak bersyukur saja. Ibu bilang ‘atau’ karena telah lebih dari sekali ibu bertanya pada mereka. Jawaban mereka tetap yang dua itu. Dan itu tidak membuat ibu merasa mendapat jawaban. Ibu pernah bilang pada mereka bahwa ibu tidak keberatan jika tidak pernah dilahirkan. Mereka marah. Ibu tidak mengerti mengapa mereka marah pada ibu.

Ibu tidak merasa ingat pernah punya pilihan untuk lahir atau tidak lahir ke dunia ini. Kalau ibu boleh melahirkan kalian (seperti kedua orang tua ibu boleh melahirkan ibu), maka ibu rasa yang sebaliknya juga boleh berlaku, ibu boleh tidak melahirkan kalian. Ibu sudah memberitahu kedua orang tua ibu bahwa mereka tidak bisa berharap ibu meneruskan keturunan mereka. Ibu juga sudah minta ijin pada Tuhan. Semoga Dia mengerti.

Dengan keteguhan pilihan ini, ibu pun sudah menyampaikannya pada para (mantan) kekasih. Ah, mereka tidak punya pilihan yang sama. Tidak mengapa. Mereka semua sekarang sudah punya anak-anak mereka sendiri. Keturunan mereka sendiri. Karena mereka pun tidak bersedia dengan usulan pilihan ibu untuk mengangkat saja anak orang lain yang sudah dibuang, tidak diakui, tidak dihargai dan anak-anak yang tidak sanggup dipelihara orang tua mereka. Ibu bilang ke mereka, daripada membuat yang baru, mengapa tidak membantu dan memperbaiki yang sudah ada saja? Ibu berdoa saja agar para kekasih itu benar-benar mampu dan bertanggung jawab memelihara anak-anak mereka (dan yang lebih baik lagi, tidak lupa pada penderitaan anak-anak manusia lainnya). Jika ada yang sanggup dengan pilihan ibu, maka bisa saja ibu memilih dia menjadi pasangan ibu. Tapi sebaiknya kalian tahu, pertimbangannya bukan hanya menyoalkan keturunan.

Orang lain banyak khawatir (atau sebenarnya mereka hanya memproyeksikan kekhawatiran mereka sendiri) kalau ibu nanti sendiri dan kesepian di masa tua, tidak ada yang menemani dan merawat ibu. Ah, janganlah karena alasan itu ibu melahirkan kalian. Ibu hanya busur, kalian anak panahnya. Anak panah tidak boleh disimpan saja dekat melekat dengan busur, karena itu berarti anak panah tidak hidup dan tidak pernah boleh punya tujuannya sendiri.

Biarlah ibu mempersiapkan sendiri masa tua dan sakit ibu, jika ibu sempat menjadi tua dan sakit nanti (jika berani memikirkannya, ternyata ibu menemukan banyak pilihan yang tidak buruk juga). Ibu hanya bisa berharap yang dua itu tidak abadi. Sebab sudah cukup banyaklah ibu menangisi anak-anak yang harus mengistirahatkan dini impian mereka karena diwajibkan merawat penyakit-penyakit orang tua mereka yang sebenarnya juga karena ulah orang tua itu sendiri. Kalau mereka sudah memilih untuk tidak memelihara kekuatan dan kesehatan mereka sejak awal, semestinya mereka sendiri yang bertanggung jawab dengan ganjarannya. Tapi manusia sudah terlalu keenakan lari dari tanggung jawabnya dan melemparkannya ke orang lain.

Adalah lebih tak bisa dimaklumi lagi, orang-orang yang sudah memilih untuk tidak memelihara kekuatan dan kesehatan bumi. Mereka bisa lari dari tanggung jawabnya memakai fasilitas hirarki generasi dan umur pendek manusia, selanjutnya ganjarannya akan dilemparkan ke anak-cucu mereka. Tidakkah kalian pikir itu sisi sadis yang lain dari manusia? Dengan itu mereka mewarisi penurunan demi penurunan untuk keturunan demi keturunan. Yang tidak semestinya bertanggungjawab akan kena tulah juga. Bahkan biar ibu dan kalian misalnya sudah bekerja keras memelihara, kalian niscaya tidak kebal dari tulah-tulah itu. Siapalah kita, anak-anakku?

Siapalah kita? Sedangkan Yesus, Nabi Muhammad, Buddha, Gandhi, dan lain-lainnya lagi, tidak bisa atau tidak mau menjamin bahwa diri mereka akan serta merta membuat dunia jadi surga. Tidak, ibu tidak melecehkan atau menyalahkan mereka. Mereka malahan amat bijaksana sehingga tidak mau menjamin begitu. Maka dengarlah, ibu pun tidak mampu menjamin surga kalian di bumi ini.

Apakah ibumu ini pengecut dan melarikan diri dari tanggung jawab? Ibu kira, tanggung jawab adalah menanggung ganjaran-ganjaran dari pilihan sendiri. Jika pilihan untuk tidak melahirkan kalian ganjarannya adalah seburuk masuk neraka, maka jadilah kehendak-Nya. Ibu tidak gentar pun. Tapi ganjaran lainnya akan membuat ibu lega, yaitu bahwa kalian bisa tetap ada di surga. Itu barulah indah dan sepantasnya dirayakan.

Lagipula untuk apakah kalian mendambakan hidup di bumi ini? Dulu mungkin tempat ini pernah indah dan damai. Tapi, apa yang kalian lihat sekarang, andaikan kalian bisa melihat dari sana? Jangan turun ke sini, nak. Kalau ibu bisa, sekuat tenaga ibu akan mencegah kalian turun. Seperti halnya seorang ibu yang mencegah anaknya jatuh dari tempat tidur atau mendekati api. Seperti ibaratnya seorang ibu yang merelakan bayinya sendiri diberikan kepada perempuan lain ketika Sang Raja mengancam akan membelah dua bayi yang diperebutkan dua perempuan itu. Tetaplah di tempat bahagiamu, nak.

Anak-anakku yang ada di surga, dengarlah ibumu berdoa...
Relakanlah ibu kalian memiliki sedikit kebahagiaan ini, kebahagiaan kecil yang menghibur di saat-saat hati ibu terasa ditikam dunia ini, kebahagiaan dari mengetahui bahwa kalian boleh tetap berada di surga saja, dipelihara oleh Tuhan. Dimuliakanlah nama kalian yang tidak kuketahui. Dimuliakanlah keberadaan kalian, dimuliakanlah surga, dimuliakanlah Tuhan. Amin.



***********************

Maguwoharjo, 15 Juli 2010
Sondang Sidabutar

Tidak ada komentar:

Posting Komentar