MENGANTAR DI PINTU RUANG BERCERMIN

Berbagi Cermin Hidup...

Adalah niatanku (dan mereka yang turut berkisah) untuk saling berbagi proses dan hasil perenungan hidup kami. Aku masih seorang pemula, dan pasti juga bukan perintis. Kita teruskan saja apa yang pernah dan masih menjadi baik.
Jika kau bisa menemukan cerminmu di kisah-kisah yang kuceritakan, aku ikut merasa senang. Jika tidak, berbagilah dengan orang-orang lain, karena mungkin seseorang yang lain bisa menemukan cerminnya di situ.
Mari berbagi cermin hidup.

Kamis, 12 Januari 2012

DEKAT DI MATA JAUH DI HATI



Bagaimanakah bisa kita menciptakan jarak dengan orang-orang yang berada di dekat kita? Bagaimanakah bisa kita menciptakan kedekatan dengan orang-orang yang berada jauh dari kita?

Orang-orang kita kenakan status teman atau saudara, ketika mereka berada di dekat-dekat kita, ada kecenderungan untuk mengabaikan mereka. Taken for granted.

Andaikan begini:
Aku punya teman, yang kuanggap dekat denganku. Banyak sekali dari diriku yang aku sudah ceritakan dan buka kepadanya. Namun dari waktu ke waktu aku harus selalu meragukan kembali dan menilai ulang apakah dia sendiri menganggap aku dekat dengannya, sebagai teman dekatnya. Karena, bila berada berdekatan, seakan ada jarak di antara kami. Yang begitu inti dari kedekatan itu justru menjauh dan menghilang: sesuatu yang mendalam tentang dirinya. Dan itu hanya dibahas kalau aku berada jauh darinya, seakan-akan dia menunggu aku jauh dulu barulah dia mau membuka dirinya.

Apakah itu?
Suatu ketakutan akan ketelanjangan jika ada berdekatan? Sebegitu buruknyakah kau berprasangka tentang dirimu? Sebegitu kecilkah kau memaknai dirimu?
Ataukah suatu ketakutan akan kerapuhan yang melumpuhkan sekaligus menyakitkan bila satu-persatu topeng dan perisaimu kau tanggalkan? Hanya untuk menemukan bahwa semua ini ternyata sia-sia saja? 

Dan Aku cermin.
Dia, mereka, engkau, takut melihat cermin diri bila aku berada cukup dekat.
Berharap bila sudah berjarak, cermin tidak punya pantulan sekuat bila aku berada dekat. Mungkin cukup sebagai lubang sumur yang menyerap saja. Jangan menggema. Jangan memantul. Cukuplah menyerap saja. Begitukah yang kau inginkan?

But it hurts me to see you doing this to yourself...
Ya, bagiku rasanya menyakitkan. Sakit yang tidak nikmat, tidak layak. Dan dari hari ke hari aku cuma bisa menyaksikan dirimu semakin menjauh dari sesuatu yang paling dekat denganmu: dirimu sendiri.
Karena dari semua hal yang kau benci, semua hal yang kau takuti, pada akhirnya yang paling kau benci dan takuti adalah menghadapi dirimu sendiri.

Dan kau berkata: tinggalkan aku dengan pilihan-pilihanku sendiri.
Seakan-akan kau sendiri akan mampu meninggalkan orang-orang yang kau pedulikan menghancurkan diri sendiri. Bisa kamu? Aku tidak percaya pada omong kosong pilihan-pilihanmu, yang menjauhkanmu dari dirimu sendiri, yang melukai dirimu sendiri, dan luka mu itu tidak layak. Untuk apa lukamu itu? 

Dan kau berkata: tidak ada manusia yang sempurna.
Aku tahu kenapa kau pakai kata-kata itu. Jangan berbohong. Kau memang tidak mau berusaha, kau tidak sungguh-sungguh ingin berusaha. Engkau tidak ingin menemukan jawaban. Kau kira kau sudah tahu dan kau kira kau tidak akan menyukai jawaban. Maka kau tidak bertanya-tanya. Maka kau tidak ingin mengajukan pertanyaan yang benar. Maka kau memakai pertanyaan-pertanyaan yang menyesatkan dirimu sendiri. Engkau ingin tersesat. Engkau bahkan ingin tenggelam saja. Dan ketika aku bertanya, begitu cepatnya kau menjawab tidak tahu lalu mengalihkan aku. Kau takut dengan tanyaku?

Kau takut dengan dekatku? Atau kau takut mendekati dirimu sendiri? Engkau mau menipuku? Atau kau mau menipu dirimu sendiri?

Goddamn it, get out of there and face yourself!



RWM, 12 Januari 2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar