MENGANTAR DI PINTU RUANG BERCERMIN

Berbagi Cermin Hidup...

Adalah niatanku (dan mereka yang turut berkisah) untuk saling berbagi proses dan hasil perenungan hidup kami. Aku masih seorang pemula, dan pasti juga bukan perintis. Kita teruskan saja apa yang pernah dan masih menjadi baik.
Jika kau bisa menemukan cerminmu di kisah-kisah yang kuceritakan, aku ikut merasa senang. Jika tidak, berbagilah dengan orang-orang lain, karena mungkin seseorang yang lain bisa menemukan cerminnya di situ.
Mari berbagi cermin hidup.

Rabu, 01 Februari 2012

BILA NANTINYA...

Bila nantinya semua orang tidak percaya lagi pada keadilan dan kejujuran....
Hai, para penegak hukum (-mu sendiri)! Berapa milyar orang marah yang bisa kau bunuh dengan pelurumu? Kau bagikan saja bedil dan senjata pada seisi keluargamu, berjaga-jagalah, jangan-jangan tiba-tiba ribuan massa bergerak menuju ke rumahmu. Kau sembunyikan saja seragammu yang kau banggakan itu supaya kau tidak jadi korban amukan para kere. Siapa yang bisa menghentikan gelombang-badai gelap mata yang tak takut mati? Atau lari saja kalian semua ke luar negeri. Kau kira mereka akan berhenti mengejarmu? Kau kira dendam mereka terhenti di pinggir laut?

Bila nantinya semua harta benda dan simpananmu tidak bisa lagi membeli udara sejuk yang alami, air bersih, makanan sehat organik, susu untuk bayi yang tidak tercemar bahan kimia pabrik, rumah yang berdiri langsung di atas tanah, karena semua itu memang sudah tidak ada lagi...
Sedangkan sekarang engkau tahu bahwa semua itu sedang berlari tersedot masuk ke lubang hitam ketiadaan.
Atau kau pura-pura tidak tahu saja? Lalu kau akan terus pura-pura tidak tahu saja kalau keturunanmu, mulai dari anak-anakmu yang sekarang masih bermain riang di halaman, tidak bisa lagi mendapatkan semua itu? Kau pikir kau bisa membeli yang sudah tidak ada lagi?

Bila nantinya semua orang hanya ingin menjadi pembeli, penikmat, pemakai...
Boroskan saja semua. Buang. Hah! Tidak ada benda dan tenaga yang tidak bisa habis, Tuan-Puan yang terhormat. Engkau juga akan kehabisan waktu. Lautmu akan mati, danau dan sungaimu kering, daratanmu sudah disemen semua.
Berdoa saja baik-baik agar Tuhan mau jadi budakmu menciptakan mukjizat tiap hari. Pelototi saja sampai matamu perih semua gambar-gambar indah dari masa lalu. Dengarkan saja sampai telingamu tuli hikayat nenek-moyang yang menjadi penghasil, pembuat, pencipta dan penemu.

Bila nantinya tidak ada lagi tempat untuk berlindung dari bencana...
Kau tinggal di pantai, kau takut tsunami. Kau tinggal di pegunungan, kau takut gunung meletus. Kau tinggal di gedung bertingkat, kau takut gempa membuatmu terjun bebas ke tanah. Kau tinggal di dekat sungai, kau takut banjir. Kau tinggal di hutan, kau takut kebakaran dan binatang buas masuk rumahmu. Kau tinggal di bawah tanah, kau takut terkubur hidup-hidup bila sedikit saja bumi menggeliat. Kau bangun rumah, kau takut rumahmu akan dibakar dan dijarah massa lagi.
Kau mau tinggal di mana? Atau kau balik saja lagi ke rahim ibumu?

Bila nantinya semua orang percaya: membunuhlah sebelum dibunuh...
Dan kau, entah sekedar jadi penonton beritanya di tivi atau kau melakukannya sendiri. Sedangkan berjalan sendirian di luar rumah saja kau sudah dikuntit bayang-bayang menjadi sasaran penipu, pencoleng dan pemerkosa. Kau berharap bisa berlari dari lingkaran setan yang semakin membesar itu, berlindung di dalam rumahmu. Kau pikir kau aman dan kebal? Kau pikir setan tidak masuk ke rumah-rumah? Kau pikir setan tidak ada di dalammu?
Ya, membusuklah engkau di dalam rumah. Jadilah anjing rumah. Dan kau pikir kau tidak bisa mati di atas pembaringanmu sendiri? Atau kau pikir kau bisa menjaga kewarasanmu walau engkau bersedia diracuni terus oleh semua benda pembawa berita bohong dan kabar buruk itu? Tuan dan Puan, memangnya kalian pikir dari mana asal-muasal kewarasan?

Bila nantinya semua orang jadi pelupa dan pemaaf yang pandir...
Memangnya kau mau melupakan dan memaafkan kalau anak-anakmu sendiri yang didera-siksa dan ditembak mati? Memangnya kau mau melupakan dan memaafkan kalau sudah tidak ada lagi beras dan lauk-pauk yang bisa kau makan karena tidak ada lagi yang mau bertani?
Tetaplah berperjalanan dalam ketergesa-gesaanmu ketika kau lewat tak peduli di depan barisan payung hitam di muka istana iblis.
Menggerutulah rutukan remehmu itu ketika kau harus tertahan dalam macet saat lewat di depan para petani penggugat di muka rumah siput para petapa tidur.

Bila nantinya semua orang sudah tidak berani bertahan menghadapi kesendirian dan keheningan...
Kenapa? Kau takut? Kau mengira hati nuranimu yang berbisik di saat sepi adalah suara setan yang mencoba menggodamu? Ya, bungkam saja dia sampai mampus! Tokh, tidak ada gunanya dia untukmu. Mengganggu kenyamananmu saja.
Bikin ribut! Naikkan semua volume suara! Bersibuklah, lakukan apa pun, asal tidak diam saja. La-la-la-la-laaaa!!!! Bla-bla-bla-bla-blaaaaahhh!!!!
Apa? Siapa itu? Siapa kamu? Ngomong apa? Pergi sana! Aku sedang sibuk! Aku selalu sibuk! Nanti saja datang lagi kalau aku mau mati, kalau aku sudah lumpuh dan renta.

Bila nantinya semua agama sekedar jadi simbol, ritual, penampilan dan baju...
Apakah semua itu bisa menyelamatkanmu? Membuatmu jadi berbeda di mata Tuhan? Yang benar saja. Tuhan yang mana? Bodoh sekali tuhan-mu bisa kau tipu-tipu semudah itu. Berteriaklah menyeru Tuhan dengan suara sumbang dan pekakmu itu. Kami sudah tak tertarik lagi masuk rumah ibadahmu yang mewah tapi dingin dan palsu. Lelah sudah kami ditipu oleh janji-janjimu yang kosong. Kau bagi-bagikan uang dan makanan di hari raya, tapi banyak orang keburu mati kelaparan sebelum datang hari raya. Apa kau pikir mereka cuma perlu makan sekali-dua kali tiap tahun?

Bila nantinya semua orang menerima saja dibodohi terus-menerus oleh sekolah-sekolah...
Hai para terpelajar yang terhormat, coba selesaikan semua permasalahan umat yang pelik ini dengan titel dan ijasahmu. Bisa? Bisa kau padamkan api permusuhan yang berkobar meluas sampai ke pelosok negeri? Bisa kau bangkitkan lagi orang-orang yang mati karena dibunuh tanpa pengadilan? Bisa kau bikin kenyang perut-perut buncit anak-anak busung lapar di pedalaman dan kumuh kota? Bisa kau tumbuhkan lagi terumbu karang yang mati diracuni perairan yang kotor? Bisa kau perluas hutan-hutan penopang masa depanmu? Bisa kau kembalikan lagi mimpi-mimpi patriotik orang muda yang sudah digadaikan? Bisa kau kembalikan nama baik negara yang sangat dihina ini?

Bila nantinya semua perempuan sudah lelah menjadi perempuan karena keadilan tak kunjung datang pada kami....
Ah, lebih baik kami jadi laki-laki saja. Gampang. Apa susahnya jadi laki-laki? Apa sih susahnya menindas dan memeras? Apa sulitnya tidak bersetia dan tidak bertanggung jawab? Kami juga bisa berselingkuh, menipu dan memperkosa kalau kami mau. Semua yang kau lakukan pada kami, kami bisa dengan mudahnya lakukan. Teknologi terus berkembang sangat canggih, apa sulitnya merubah vagina menjadi penis? Mari kita beradu pedang. Sampai kau akan merasa ngeri nanti melihat semua orang sudah jadi laki-laki. Bahkan yang tetap bervagina pun pura-pura punya penis. Dan kau lihat baik-baik, betapa dunia ini semakin cepat binasa di tangan laki-laki. 

Kau masih mau berpura-pura ini semua tidak sedang terjadi? Kau masih menipu dirimu sendiri dengan harapan-harapan tanpa daya? Kau masih anggap sepi semua tanyaku? Aku rugi apa? Aku akan mati dan meninggalkan dunia ini sebelum semua jawaban menyatakan dirinya di atas muka bumi. Dunia ini yang akan dihuni oleh anak-anak dan semua keturunanmu. Biar mereka saja yang menemukan jawabannya langsung nanti, dan hidup di dalam semua jawaban. Bila nantinya... menjadi sekarang bagi mereka.

Sekarang kau cemooh mereka yang dengan berani jatuh bangun mencoba menyelamatkan sekeping demi sekeping isi dunia ini. Dan bila nantinya, tak kau jumpai lagi orang-orang seperti mereka, tidakkah kau akan sangat merindukan kehadiran mereka di tengah-tengahmu? Bila nantinya tidak ada lagi seorang pun yang bisa kau percayai, bahkan dirimu sendiri sekalipun, tidakkah engkau berharap mereka yang sudah dikubur, dibakar, ditenggelamkan ke laut agar dibangkitkan kembali, untuk mengisi dahagamu yang luar biasa akan segala kebaikan dan kesejatian? Tidakkah engkau sejujurnya ingin mempercayakan masa depan bumi ini dan seisinya pada mereka? 

Jawabmu: Ah, sudahlah! Aku tak peduli. Biarlah yang nanti disusahkan nanti saja. Kita tidak pernah bisa meramalkan masa depan. Siapa tahu, keadaan akan bertambah baik. Siapa tahu, ada mukjizat besar untuk dunia ini.

Ya, sungguh makhluk yang cerdas kau. Berharaplah dan berdoalah terus. Tidak usah lakukan apa pun.



AM-HU, 1 Februari 2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar