MENGANTAR DI PINTU RUANG BERCERMIN

Berbagi Cermin Hidup...

Adalah niatanku (dan mereka yang turut berkisah) untuk saling berbagi proses dan hasil perenungan hidup kami. Aku masih seorang pemula, dan pasti juga bukan perintis. Kita teruskan saja apa yang pernah dan masih menjadi baik.
Jika kau bisa menemukan cerminmu di kisah-kisah yang kuceritakan, aku ikut merasa senang. Jika tidak, berbagilah dengan orang-orang lain, karena mungkin seseorang yang lain bisa menemukan cerminnya di situ.
Mari berbagi cermin hidup.

Rabu, 23 November 2011

TANYA SEORANG ANAK


Arr: Budi Gemax

Ah kawan, apa mau dikata?
Seorang anak bertanya:
Nanti, nanti, udara seperti apa yang kan kuhirup?
Air seperti apa yang kan hidupiku?
Di mana ‘kan ada tempat damaiku?
Siapa kan menjadi sahabat sejatiku?


Ah kawan, apa mau dikata?
Apa ku harus berkata:
Nanti, nanti, mungkin takkan lagi ada udara bersih
Takkan ada lagi sumber air murnimu
Takkan ada hutan tempat damaimu
Takkan kau temukan sahabat sejatimu

Karena semua kikis dan akan punah
Karena kita serakah
Karena kita pongah
Tak kendalikan nafsu
Tak peduli
Tak mencintai

(Puisi)

Dan aku pun, hanya bisa teteskan air mata untuknya
Hanya bisa teteskan air mata untuknya…


Puisi:
Seorang anak datang dan berkata pada Bapak-Ibunya:
Bapak, Ibu, terima kasih telah hadirkan ku di bumi ini
Tapi Bapak, Ibu, aku harus bertanya
Tentang masa depanku di atas bumi ini
Karena kelak mungkin ku tak bisa bertanya lagi

Bapak, Ibu, lihat udara yang kuhirup ini?
Katanya dulu begitu sejuknya
Dia tak lagi bersih kini
Panas dan kotornya sesakkan dadaku
Bapak, Ibu, tahukah kalian
Udara seperti apa untukku di masa depan?

Bapak, Ibu, lihat sungai, danau, dan laut kita?
Katanya dulu begitu jernih dan indahnya
Kini ikan pun tak lagi sanggup hidup di dalamnya
Air tawar tak bisa lagi kuminum
Air tak lagi hampiri sawah-sawah kita
Lalu air seperti apa yang akan hidupiku nanti?

Bapak, Ibu, lihatkah hutan-hutan kita?
Katanya dulu begitu lebat, megah dan hidup
Kini hanya kulihat sisa-sisa pohon tumbang
Di atas tanah gersang
Lalu, di mana bisa kutemukan tempat damaiku?

Bapak, Ibu, lihatkah keramaian ini?
Katanya dulu tiap orang saling mengenal dan berkawan
Kini aku merasa asing dengan tetangga dan saudara
Tiap orang hanya peduli pada diri
Tiada kutemui ketulusan dan kejujuran
Bahkan orang saling meludah, melukai dan membunuh
Bapak, Ibu, siapakah sahabat sejatiku nanti?

Kelak, ketika kalian tak kan jumpai yang kujumpai,
Alami yang kualami,
Cemaskan yang kucemaskan
Tangisi yang kutangisi…

Apa yang musti kulakukan bila kelak anakku datang dan berkata:
Bapak, Ibu, terima kasih telah hadirkanku di bumi ini
Tapi Bapak, Ibu, aku harus bertanya
Tentang masa depanku di atas bumi ini
Karena kelak mungkin ku tak bisa bertanya lagi…

(Depok, 090708)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar