“Dia dulu adalah
gadis yang cerdas. Sampai pada suatu hari dia jatuh cinta...”
************
Dini punya banyak mimpi,
dulu, waktu dia masih seorang gadis muda. Kalau soal kecerdasan, dia jelas
gadis cerdas. Prestasi akademisnya bisa dibilang mantap menetap, artinya hampir
selalu dapat ranking teratas. Keluarganya banyak mengandalkan buah pikirannya
untuk pemecahan masalah-masalah mereka. Teman-teman Dini juga sering datang
curhat untuk pulang dengan perasaan lega plus pikiran lebih tercerahkan. Sambil
kuliah, Dini mencari penghasilannya sendiri. Dasar dia memang gadis yang
mandiri, tidak ingin berlama-lama tergantung dari suapan orang tuanya. Walau
menemui beberapa tantangan di bisnis kecil-kecilan yang dimulainya sendiri,
Dini tidak menyerah dan satu-persatu tantangan dia langkahi dengan anggunnya. Hasilnya
mulai kelihatan, bisnisnya mulai berkembang dengan lancar. Semua percaya Dini
punya masa depan yang cerah. Semua berharap Dini bisa membuat mimpi-mimpinya
jadi kenyataan. Lalu Dini bertemu Dani.
Dani tampan rupawan,
anak orang kaya. Dani adalah gula, banyak semut merubunginya. Temannya banyak
dan kekayaan orang tuanya turut menyokong gaya hidupnya yang bergaul dengan
anak-anak orang kaya seperti dirinya. Dia kuliah di universitas bergengsi. Maklum,
selain mampu bayar, dia mampu otak juga ternyata. Sejak kecil hidupnya begitu
lancar, tanpa aral melintang yang berarti. Dani tidak perlu harus berjuang
keras untuk mendapatkan apa pun yang diinginkannya dalam hidupnya. Untuk apa?
Sebelum diminta pun, semua sudah dihadirkan di depan matanya. Sampai Dani
bertemu Dini.
Melihat Dini, Dani
heran. Dini banyak teman, tapi bukan karena dia kaya atau cantik. Lingkar
pergaulan Dini beda dengan Dani. Teman-teman Dani adalah orang kaya atau orang
parasit. Dani tahu itu. Teman-teman Dini, paling hanya segelintir yang orang
berpunya, lainnya adalah orang-orang biasa, orang pintar atau orang yang aktif
berorganisasi. Lebih variatif. Sambil mengamati dengan gaya santainya, Dani
melihat bagaimana Dini sambil kuliah gesit berperan ganda sambil berbisnis.
Lama-lama ketertarikan Dani timbul. Semua perbedaan itu rasanya menarik. Daya
juangnya yang nyaris berkarat tak terpakai mulai diasahnya untuk menarik
perhatian Dini, yang ternyata memang tidak mudah.
“Maaf, aku tidak
tertarik cari pacar,” kata Dini akhirnya, ketika Dani menawarkan dirinya untuk
menjadi pacar Dini, “Apalagi sama orang kayak kamu.”
Dani terperanjat,
“Kenapa dengan orang kayak aku?” Dani nyaris tersinggung, tapi ditahannya
emosinya di depan Dini.
“Orang kayak kamu,
tahu apa kamu tentang hidup?” Dini ngeloyor pergi. Dani bengong. Memangnya aku
harus tahu apa tentang hidup? Lha, aku ini sudah hidup, kok!
Dani tidak menyerah,
dia terus mengejar Dini sampai Dani berlutut dengan tangan di dada di hadapan
Dini. Dini akhirnya menyerah melihat perjuangan Dani yang gigih dan menerima
Dani jadi pacarnya. Dani pun mulai asyik dengan kehidupan barunya bersama Dini
sampai teman-teman Dani sebal melihat Dani yang berubah jadi aneh itu.
Teman-teman Dini ada yang heboh karena Dini berhasil menggaet Dani, si kumbang
kampus itu. Ada yang meragukan bahwa hubungan mereka akan bertahan lama karena
mereka terlalu berbeda. Ada yang pasrah-pasrah aja. Mau apa lagi? Namanya juga
lagi jatuh cinta. Dini pun mulai belajar mencintai Dani.
Iya, namanya juga
orang lagi jatuh cinta, dengan sendirinya, porsi untuk teman juga jadi berkurang,
bukankah begitu? Jadi, teman-teman Dini pun mulai kehilangan Dini. Dani
bersikeras membayari sebagian beban biaya hidup Dini, karena Dani kaya-raya.
Dini pada awalnya menolak mentah-mentah, tapi, ya namanya juga cinta, Dini
mulai sedikit demi sedikit menerima campur tangan keuangan dari Dani. Sayangnya,
bisnis Dini juga mulai agak terlantar karena Dini tidak lagi seserius dulu
menekuninya. Dani menjamin, ‘selama kamu bersama aku, kamu tidak akan kubiarkan
telantar’. Dini tersentuh melihat betapa Dani mau berbuat banyak untuk dirinya.
Tidak ada orang yang pernah memperlakukannya seistimewa ini sebelumnya. Hubungan
mereka semakin serius dan mereka berdua sepakat menikah.
Dini dibuai
kenyamanan hidup berumah tangga dengan Dani. Dini tidak usah bekerja lagi. Dani
dipercaya mengelola salah satu anak perusahaan bapaknya. Mereka berdua
beranak-pinak dengan keyakinan yang cerah akan masa depan rumah tangga mereka.
Begitulah, tahun-tahun awal, betapa lancarnya. Tapi, terkadang hidup seperti
telapak tangan, mudah dibalikkan. Keluarga Dani jatuh miskin karena perusahaan
mereka merugi besar akibat dicurangi mitra bisnis. Pelan-pelan namun pasti,
masa depresi juga mulai merasuk ke dalam rumah tangga Dani dan Dini. Bukannya
berusaha bangkit, Dani lari ke minuman keras dan judi dan jatuh lebih terpuruk
lagi. Bila Dini protes dan marah, bogem dan sepak terjang Dani melayang ke
tubuh Dini, tidak peduli apakah anak-anak mereka menyaksikan atau tidak. Dini
mencoba berjuang sendiri, memulai lagi mencari nafkah. Tapi ah, Dani akan
selalu merampas uang Dini untuk dipakai minum dan judi. Dia mulai main
perempuan pula. Hancur semangat hidup Dini melihat betapa semuanya meluncur
kencang ke jurang.
Wahai, penonton yang
cerdas, bila engkau Dini, dan engkau bisa memutar balik waktu dan diberi
kesempatan untuk merubah jalan hidupmu, kau akan membuat perubahan mulai dari
mana? Akankah kau pada awalnya menerima cinta Dani?
****************
Kupu adalah seorang
wanita muda lajang. Tentu saja, dia juga cerdas, pekerja keras dan mandiri. Bisa
dibilang terlihat menarik dan beda. Punya teman segambreng. Entah apa daya
tarik yang dimiliki Kupu, tanpa usaha yang disengaja, teman-temannya hobi
sekali ngumpul di tempatnya mondok, laki maupun perempuan. Namun semua itu
tidak berarti bagi Kupu: kemudaannya, kecerdasannya, sikap kerja kerasnya,
kemandiriannya, kemenarikannya, kebedaannya dan teman-temannya. Karena satu
yang sangat diinginkannya tidak bisa dimilikinya. Seorang lelaki. Lakinya
orang.
Kupu lahir dan besar
di pusat Nusa, hidup di tengah-tengah masyarakat bergaya hidup kota besar.
Dulu, Kupu belum tercemar. Dulu, perenungannya dalam dan membingungkannya. Alam
pikirannya ribet. Tapi tidak dengan kesehariannya. Keinginannya, sejalan dengan
waktu, menjadi semakin sederhana, seperti orang-orang kota besar lainnya. Ingin
punya kerjaan bergengsi, uang banyak, kawin dan punya anak. Namun itu semuanya
belum berhasil digapai Kupu. Dengan kehidupan cintanya yang satu-persatu
berguguran, Kupu semakin merasa tak puas dengan hidupnya, walau kemudaannya,
kecerdasannya, sikap kerja kerasnya, kemandiriannya, kemenarikannya,
keberbedaannya dan teman-temannya yang banyak, semua masih ada.
Dengan kesederhanaan
keinginan dan kehidupannya, Kupu membuat rumit sendiri keinginan dan hidupnya
itu dengan perasaan dan praduganya. Pikirannya yang cerdas itu, asalkan tidak
direcoki dengan alam perasaannya, sebenarnya mampu membaca semua kesederhanaan
kejadian-kejadian yang telah berlaku dalam hidupnya. Tapi Kupu menolak
mempersepsi dengan kesederhanaan dan kejelasan. Dia tidak ingin dijelaskan
secara sederhana. Nah, lho. Bingung, kan? Kupu mulai percaya nasib buruk selalu
mengekor dan mengintai jalan masuk ke dalam kehidupannya. Setinggi dan
sepositif apa pun orang lain memandangnya, Kupu tetap memandang dirinya rendah
dan negatif. Lucunya, dirinya akan merasa merana sekali kalau orang menilainya
rendah. Ditolak orang adalah bencana bagi Kupu. Dan ketika cintanya ditolak dan
dinomorduakan, Kupu seperti melihat ajal.
Kupu bisa menjadi
kupu-kupu yang indah. Namun, ketika dia memutuskan menjadi ulat, dia akan
menjadi ulat yang begitu lambat pergerakannya. Itu terjadi terutama ketika dia
sedang menimbang-nimbang sebuah perubahan. Dan ketika dia memutuskan menjadi
kepompong, dia menjadi kepompong yang mampu hibernasi bertahun-tahun lamanya,
tidak berubah dan tidak ke mana-mana. Kalau yang ini, terjadi ketika Kupu sudah
berhasil menjejak selangkah perubahan. Kupu menjadi kupu-kupu ketika sedang
menekuni suatu pekerjaan dan berada di tengah teman-temannya.
Balik lagi ke
persoalan cinta. Ketika bercinta, Kupu hanya menginginkan yang sederhana, yaitu
dicintai kembali dengan sepenuh hati dan sepadan, sebagaimana dirinya yang
mampu mencintai sepenuh hati. Tapi, oh tidak. Seakan karma buat Kupu, kali ini
giliran cinta yang membuatnya rumit bagi Kupu. Untuk Kupu, cinta tidak mau
dijelaskan dengan sederhana. Biar begitu, Kupu mencinta seperti dirinya yang
kepompong yang mampu stagnan lama, dan begitu lambatnya Kupu menimbang-nimbang
untuk keluar dari percintaan-percintaannya, seperti ulat.
Ketika Kupu jatuh
cinta pada lelaki pujaannya yang lebih memilih perempuan lain, Kupu menyerah
tanpa syarat. Kupu bersedia dinomorduakan dan ditaruh di sudut yang gelap. Lelakinya
datang dan pergi sesuka hatinya. Memakai dan mencampakkan semaunya. Dia
menggunakan pengakuan masa lalunya yang gelap dan menyedihkan dan menghisap
simpati belas kasihan dari kedua perempuannya, mereka dengan naluri keibuan
yang pekat. Si lelaki menjadi pusat semesta mini, setia dikitari dua planet
kesepian yang diikat oleh magnet gravitasi, mencari makna keberadaan di alam
semesta. Mungkin akan terus begitu sampai pada saatnya nanti muncul sebuah
pusat semesta lain yang memiliki daya tarik yang lebih kuat.
Mungkin pikir Kupu,
daripada tidak sama sekali? Atau mungkin Kupu berpegang pada harapan bahwa
lelaki pujaannya suatu saat nanti akan tersadar dan memilih Kupu? Lagi-lagi,
perasaan Kupu mempersulit Kupu dan menjadikannya perempuan yang tidak bahagia. Tapi
untuk terbang keluar dari situ, ada sesuatu yang terus menahan sayapnya: ulat
dan kepompong di dalam dirinya. Mengapa Kupu lebih memilih mencintai ulat dan
kepompong di dalam dirinya, dan bukan kupu-kupunya? Mengapa, wahai penonton
yang baik?
************
Aku pernah berteman
dengan seorang yang sedang bekerja jauh sekali dari tempat asalnya, di negara
lain. Dia seorang penyayang anjing, punya anjing di rumah yang sedang dititip
ke temannya karena tidak mungkin memboyong anjing kesayangannya ke sini. Selama
dia di sini, ada seekor anjing tetangga yang sering main ke tempat kami
bekerja. Kami memberinya makan dan perhatian ke anjing itu dan sering
mengajaknya ngobrol. Si anjing merespon dan lebih sering berada di tempat kami
daripada di rumah tuannya yang asli.
Rupanya si Anjing
sedang hamil. Kira-kira dua minggu sebelum temanku harus kembali ke negaranya,
si Anjing melahirkan di tempat kami suatu tengah malam. Temanku menunggui
sampai subuh, sampai keempat anak anjing selesai dilahirkan. Aku khusus minta
pada tuan asli si Anjing untuk jangan dulu mengambil anak-anak anjing itu,
setidaknya sampai temanku balik ke negaranya. Hari demi hari makin jatuh sayang
temanku itu pada si Anjing dewasa dan bayi-bayinya. Sehari sebelum pergi, satu
bayi anjing mulai kelihatan membuka matanya yang masih berselaput keruh. Temanku
menggendong bayi-bayi anjing itu, menciumi dan membelainya satu persatu dengan
perasaan sendu. Sambil menggeleng dia berkata bahwa semestinya dia patuh
berpegang pada peraturan awal yang sudah ditetapkan bagi dirinya: jangan sampai
jatuh cinta pada anjing-anjing di sini, karena pada akhirnya dia tetap harus
pergi dan meninggalkan cinta-cinta barunya.
Aku mengerutkan
keningku dan bertanya, “Mengapa tidak?” Menurutku, cinta itu selalu jujur, baik,
benar dan indah. Namun cinta sangat sering dilekati hal-hal lainnya yang
mencoreng nama baik cinta. Lalu orang-orang menyalahkan cinta. Menurutku,
mereka-lah yang salah, yang mencoreng nama baik cinta maupun yang menyalahkan
cinta. Tentu saja, cinta tidak bisa berdiri sendiri, bersamanya selalu
disandingkan kualitas-kualitas lain, baik atau buruk, yang sadar maupun tidak, dipilih
oleh mereka yang sedang jatuh cinta.
Mengapa namanya
jatuh cinta? Falling in love. Apakah
cinta itu sesuatu yang rendah sehingga membuat orang-orang harus jatuh? Ada
orang-orang yang takut mencintai karena takut dengan kejatuhannya. Di sisi
lain, ada orang-orang yang mati-matian berpegang dan bersandar pada cinta. Ketika
orang jatuh cinta, dalam pengamatanku, banyak yang dan seringkali kemudian
membumbui cinta dengan urusan-urusan yang belum juga selesai dalam hidup
mereka. Rasa kesepian, kesendirian, ketakutan dan rasa tak aman, jiwa
kekanak-kanakan, kekosongan makna, kemiskinan diri, kecenderungan untuk
tergantung, rasa ingin memiliki sepenuhnya, naluri keibuan yang menggunung
mencari penyaluran, nafsu birahi seksual yang haus, dendam pada kehilangan di
masa lalu, hutang untuk memperbaiki kesalahan di masa silam, pengejaran mimpi
yang tak tergapai, pencarian kepuasan hidup. Orang bergantung pada cinta untuk
memenuhi semua itu. Mereka merasa cinta melengkapi semua urusan mereka yang
belum selesai itu. Semua hal yang semestinya menjadi tanggung jawab pribadi milik
para penyandangnya. Inti tanggung jawab hidup manusia.
Bagi orang-orang
yang takut jatuh cinta, mungkin dari dulunya, sebelum dia jatuh cinta, ada
sebuah kekosongan dalam dirinya dan ketika dia jatuh cinta dia bersandar pada
cinta untuk membuatnya penuh. Pada saat cinta ada, memang dia merasa dirinya
penuh dan senantiasa bersandar padanya. Namun, ketika cinta pergi, bersamanya
cinta meninggalkan kekosongan yang rasanya bahkan lebih mencekam dan nyeri
dibanding sebelum jatuh cinta. Karena setelah cinta pergi, ada dua kekosongan
itu: kekosongan pribadi sebelum cinta hadir dan kekosongan dari ruang imajiner yang
memuai yang pernah menjadi tempat ketika cinta hadir. Keduanya adalah
perbandingan yang sama-sama tak terkira dalamnya. Maka, dia memilih untuk tidak
jatuh cinta lagi, karena baginya lebih tertanggungkan kekosongan sebelum jatuh
cinta dibanding setelah cinta pergi.
Cinta itu, (seperti
apa ya?) adalah seperti sebuah partikel energi yang murni dan tak
terdefinisikan. Ketika cinta hinggap pada seseorang, cinta bersenyawa dengan
partikel-partikel lain di dalam orang itu, membentuk substansi baru dan beragam
pada masing-masing orang. Substansi itu bisa jadi membangun atau menghancurkan,
menjadi madu atau racun bagi orang tersebut tergantung pada partikel apa saja
yang membentuknya dan perkembangan pergerakannya. Bila semula kita tidak
(bersedia) bertanggung jawab pada partikel dan senyawa awal di dalam diri kita
sebelum cinta datang, maka kelanjutannya setelah cinta datang pun, besar
kemungkinan kita tidak (bersedia) bertanggung jawab pada substansi dan
perkembangannya setelah kehadiran cinta. Lalu haruskah cinta dibebani tanggung
jawab itu?
Cinta tidak pernah
salah. Yang mencoreng nama baik cinta dan yang menyalahkan cinta-lah yang tidak
bersedia bertanggung jawab.
***********
Adalah sebuah
cuplikan dari buku ‘Sejenak Bijak’ tulisan Anthony Mello:
Kepada seorang murid
yang terlalu banyak berdoa Sang Guru berkata, “Kapan engkau akan berhenti
bersandar pada Allah, mulai berdiri di atas dua kakimu sendiri?”
Murid itu heran:
“Tetapi tuanlah yang mengajarkan kami memandang Allah sebagai Bapa!?”
“Kapan engkau
belajar, bahwa Bapa itu bukan tempat orang untuk bersandar, melainkan
membebaskan engkau dari kecondongan mau bersandar?”
Gantilah kata Allah
dengan cinta (karena bukankan Allah adalah cinta?) dan beberapa penyesuaian
lain:
Kepada seseorang
yang jatuh cinta Sang Guru berkata, “Kapan engkau akan berhenti bersandar pada
cinta, mulai berdiri di atas dua kakimu sendiri?”
Orang itu heran,
“Tetapi tuanlah yang mengajarkan kami memandang cinta sebagai sandaran
kekuatan!?”
“Kapan engkau
belajar, bahwa cinta itu bukan tempat orang untuk bersandar, melainkan
membebaskan engkau dari kecondongan mau bersandar?”
RTTb, 8 Desember 2012
SOAL KUPU !
BalasHapusUlat dan kepompong harus tetap hidup, dan jika ulat dan kepompong harus dikorbankan, maka ada 2 nyawa yang meregang ? Penonton akan memilih 2 nyawa atau sebaiknya 1 nyawa !
Hidup harus terus berjalan, dan tentu setiap manusia tidak akan berhenti, ia harus terus memacu hidupnya untuk mendapatkan pilihan terbaik yang belum tentu baik bagi dirinya.
Loves more