MENGANTAR DI PINTU RUANG BERCERMIN

Berbagi Cermin Hidup...

Adalah niatanku (dan mereka yang turut berkisah) untuk saling berbagi proses dan hasil perenungan hidup kami. Aku masih seorang pemula, dan pasti juga bukan perintis. Kita teruskan saja apa yang pernah dan masih menjadi baik.
Jika kau bisa menemukan cerminmu di kisah-kisah yang kuceritakan, aku ikut merasa senang. Jika tidak, berbagilah dengan orang-orang lain, karena mungkin seseorang yang lain bisa menemukan cerminnya di situ.
Mari berbagi cermin hidup.

Sabtu, 08 Desember 2012

CINTA DAN KEJATUHANNYA



“Dia dulu adalah gadis yang cerdas. Sampai pada suatu hari dia jatuh cinta...”

************


Dini punya banyak mimpi, dulu, waktu dia masih seorang gadis muda. Kalau soal kecerdasan, dia jelas gadis cerdas. Prestasi akademisnya bisa dibilang mantap menetap, artinya hampir selalu dapat ranking teratas. Keluarganya banyak mengandalkan buah pikirannya untuk pemecahan masalah-masalah mereka. Teman-teman Dini juga sering datang curhat untuk pulang dengan perasaan lega plus pikiran lebih tercerahkan. Sambil kuliah, Dini mencari penghasilannya sendiri. Dasar dia memang gadis yang mandiri, tidak ingin berlama-lama tergantung dari suapan orang tuanya. Walau menemui beberapa tantangan di bisnis kecil-kecilan yang dimulainya sendiri, Dini tidak menyerah dan satu-persatu tantangan dia langkahi dengan anggunnya. Hasilnya mulai kelihatan, bisnisnya mulai berkembang dengan lancar. Semua percaya Dini punya masa depan yang cerah. Semua berharap Dini bisa membuat mimpi-mimpinya jadi kenyataan. Lalu Dini bertemu Dani.

Dani tampan rupawan, anak orang kaya. Dani adalah gula, banyak semut merubunginya. Temannya banyak dan kekayaan orang tuanya turut menyokong gaya hidupnya yang bergaul dengan anak-anak orang kaya seperti dirinya. Dia kuliah di universitas bergengsi. Maklum, selain mampu bayar, dia mampu otak juga ternyata. Sejak kecil hidupnya begitu lancar, tanpa aral melintang yang berarti. Dani tidak perlu harus berjuang keras untuk mendapatkan apa pun yang diinginkannya dalam hidupnya. Untuk apa? Sebelum diminta pun, semua sudah dihadirkan di depan matanya. Sampai Dani bertemu Dini.

Melihat Dini, Dani heran. Dini banyak teman, tapi bukan karena dia kaya atau cantik. Lingkar pergaulan Dini beda dengan Dani. Teman-teman Dani adalah orang kaya atau orang parasit. Dani tahu itu. Teman-teman Dini, paling hanya segelintir yang orang berpunya, lainnya adalah orang-orang biasa, orang pintar atau orang yang aktif berorganisasi. Lebih variatif. Sambil mengamati dengan gaya santainya, Dani melihat bagaimana Dini sambil kuliah gesit berperan ganda sambil berbisnis. Lama-lama ketertarikan Dani timbul. Semua perbedaan itu rasanya menarik. Daya juangnya yang nyaris berkarat tak terpakai mulai diasahnya untuk menarik perhatian Dini, yang ternyata memang tidak mudah.

“Maaf, aku tidak tertarik cari pacar,” kata Dini akhirnya, ketika Dani menawarkan dirinya untuk menjadi pacar Dini, “Apalagi sama orang kayak kamu.”

Dani terperanjat, “Kenapa dengan orang kayak aku?” Dani nyaris tersinggung, tapi ditahannya emosinya di depan Dini.

“Orang kayak kamu, tahu apa kamu tentang hidup?” Dini ngeloyor pergi. Dani bengong. Memangnya aku harus tahu apa tentang hidup? Lha, aku ini sudah hidup, kok!

Dani tidak menyerah, dia terus mengejar Dini sampai Dani berlutut dengan tangan di dada di hadapan Dini. Dini akhirnya menyerah melihat perjuangan Dani yang gigih dan menerima Dani jadi pacarnya. Dani pun mulai asyik dengan kehidupan barunya bersama Dini sampai teman-teman Dani sebal melihat Dani yang berubah jadi aneh itu. Teman-teman Dini ada yang heboh karena Dini berhasil menggaet Dani, si kumbang kampus itu. Ada yang meragukan bahwa hubungan mereka akan bertahan lama karena mereka terlalu berbeda. Ada yang pasrah-pasrah aja. Mau apa lagi? Namanya juga lagi jatuh cinta. Dini pun mulai belajar mencintai Dani.

Iya, namanya juga orang lagi jatuh cinta, dengan sendirinya, porsi untuk teman juga jadi berkurang, bukankah begitu? Jadi, teman-teman Dini pun mulai kehilangan Dini. Dani bersikeras membayari sebagian beban biaya hidup Dini, karena Dani kaya-raya. Dini pada awalnya menolak mentah-mentah, tapi, ya namanya juga cinta, Dini mulai sedikit demi sedikit menerima campur tangan keuangan dari Dani. Sayangnya, bisnis Dini juga mulai agak terlantar karena Dini tidak lagi seserius dulu menekuninya. Dani menjamin, ‘selama kamu bersama aku, kamu tidak akan kubiarkan telantar’. Dini tersentuh melihat betapa Dani mau berbuat banyak untuk dirinya. Tidak ada orang yang pernah memperlakukannya seistimewa ini sebelumnya. Hubungan mereka semakin serius dan mereka berdua sepakat menikah.

Dini dibuai kenyamanan hidup berumah tangga dengan Dani. Dini tidak usah bekerja lagi. Dani dipercaya mengelola salah satu anak perusahaan bapaknya. Mereka berdua beranak-pinak dengan keyakinan yang cerah akan masa depan rumah tangga mereka. Begitulah, tahun-tahun awal, betapa lancarnya. Tapi, terkadang hidup seperti telapak tangan, mudah dibalikkan. Keluarga Dani jatuh miskin karena perusahaan mereka merugi besar akibat dicurangi mitra bisnis. Pelan-pelan namun pasti, masa depresi juga mulai merasuk ke dalam rumah tangga Dani dan Dini. Bukannya berusaha bangkit, Dani lari ke minuman keras dan judi dan jatuh lebih terpuruk lagi. Bila Dini protes dan marah, bogem dan sepak terjang Dani melayang ke tubuh Dini, tidak peduli apakah anak-anak mereka menyaksikan atau tidak. Dini mencoba berjuang sendiri, memulai lagi mencari nafkah. Tapi ah, Dani akan selalu merampas uang Dini untuk dipakai minum dan judi. Dia mulai main perempuan pula. Hancur semangat hidup Dini melihat betapa semuanya meluncur kencang ke jurang.

Wahai, penonton yang cerdas, bila engkau Dini, dan engkau bisa memutar balik waktu dan diberi kesempatan untuk merubah jalan hidupmu, kau akan membuat perubahan mulai dari mana? Akankah kau pada awalnya menerima cinta Dani?     
      

****************

Kupu adalah seorang wanita muda lajang. Tentu saja, dia juga cerdas, pekerja keras dan mandiri. Bisa dibilang terlihat menarik dan beda. Punya teman segambreng. Entah apa daya tarik yang dimiliki Kupu, tanpa usaha yang disengaja, teman-temannya hobi sekali ngumpul di tempatnya mondok, laki maupun perempuan. Namun semua itu tidak berarti bagi Kupu: kemudaannya, kecerdasannya, sikap kerja kerasnya, kemandiriannya, kemenarikannya, kebedaannya dan teman-temannya. Karena satu yang sangat diinginkannya tidak bisa dimilikinya. Seorang lelaki. Lakinya orang.

Kupu lahir dan besar di pusat Nusa, hidup di tengah-tengah masyarakat bergaya hidup kota besar. Dulu, Kupu belum tercemar. Dulu, perenungannya dalam dan membingungkannya. Alam pikirannya ribet. Tapi tidak dengan kesehariannya. Keinginannya, sejalan dengan waktu, menjadi semakin sederhana, seperti orang-orang kota besar lainnya. Ingin punya kerjaan bergengsi, uang banyak, kawin dan punya anak. Namun itu semuanya belum berhasil digapai Kupu. Dengan kehidupan cintanya yang satu-persatu berguguran, Kupu semakin merasa tak puas dengan hidupnya, walau kemudaannya, kecerdasannya, sikap kerja kerasnya, kemandiriannya, kemenarikannya, keberbedaannya dan teman-temannya yang banyak, semua masih ada.

Dengan kesederhanaan keinginan dan kehidupannya, Kupu membuat rumit sendiri keinginan dan hidupnya itu dengan perasaan dan praduganya. Pikirannya yang cerdas itu, asalkan tidak direcoki dengan alam perasaannya, sebenarnya mampu membaca semua kesederhanaan kejadian-kejadian yang telah berlaku dalam hidupnya. Tapi Kupu menolak mempersepsi dengan kesederhanaan dan kejelasan. Dia tidak ingin dijelaskan secara sederhana. Nah, lho. Bingung, kan? Kupu mulai percaya nasib buruk selalu mengekor dan mengintai jalan masuk ke dalam kehidupannya. Setinggi dan sepositif apa pun orang lain memandangnya, Kupu tetap memandang dirinya rendah dan negatif. Lucunya, dirinya akan merasa merana sekali kalau orang menilainya rendah. Ditolak orang adalah bencana bagi Kupu. Dan ketika cintanya ditolak dan dinomorduakan, Kupu seperti melihat ajal.   

Kupu bisa menjadi kupu-kupu yang indah. Namun, ketika dia memutuskan menjadi ulat, dia akan menjadi ulat yang begitu lambat pergerakannya. Itu terjadi terutama ketika dia sedang menimbang-nimbang sebuah perubahan. Dan ketika dia memutuskan menjadi kepompong, dia menjadi kepompong yang mampu hibernasi bertahun-tahun lamanya, tidak berubah dan tidak ke mana-mana. Kalau yang ini, terjadi ketika Kupu sudah berhasil menjejak selangkah perubahan. Kupu menjadi kupu-kupu ketika sedang menekuni suatu pekerjaan dan berada di tengah teman-temannya.

Balik lagi ke persoalan cinta. Ketika bercinta, Kupu hanya menginginkan yang sederhana, yaitu dicintai kembali dengan sepenuh hati dan sepadan, sebagaimana dirinya yang mampu mencintai sepenuh hati. Tapi, oh tidak. Seakan karma buat Kupu, kali ini giliran cinta yang membuatnya rumit bagi Kupu. Untuk Kupu, cinta tidak mau dijelaskan dengan sederhana. Biar begitu, Kupu mencinta seperti dirinya yang kepompong yang mampu stagnan lama, dan begitu lambatnya Kupu menimbang-nimbang untuk keluar dari percintaan-percintaannya, seperti ulat.      
    
Ketika Kupu jatuh cinta pada lelaki pujaannya yang lebih memilih perempuan lain, Kupu menyerah tanpa syarat. Kupu bersedia dinomorduakan dan ditaruh di sudut yang gelap. Lelakinya datang dan pergi sesuka hatinya. Memakai dan mencampakkan semaunya. Dia menggunakan pengakuan masa lalunya yang gelap dan menyedihkan dan menghisap simpati belas kasihan dari kedua perempuannya, mereka dengan naluri keibuan yang pekat. Si lelaki menjadi pusat semesta mini, setia dikitari dua planet kesepian yang diikat oleh magnet gravitasi, mencari makna keberadaan di alam semesta. Mungkin akan terus begitu sampai pada saatnya nanti muncul sebuah pusat semesta lain yang memiliki daya tarik yang lebih kuat.   

Mungkin pikir Kupu, daripada tidak sama sekali? Atau mungkin Kupu berpegang pada harapan bahwa lelaki pujaannya suatu saat nanti akan tersadar dan memilih Kupu? Lagi-lagi, perasaan Kupu mempersulit Kupu dan menjadikannya perempuan yang tidak bahagia. Tapi untuk terbang keluar dari situ, ada sesuatu yang terus menahan sayapnya: ulat dan kepompong di dalam dirinya. Mengapa Kupu lebih memilih mencintai ulat dan kepompong di dalam dirinya, dan bukan kupu-kupunya? Mengapa, wahai penonton yang baik?  


************

Aku pernah berteman dengan seorang yang sedang bekerja jauh sekali dari tempat asalnya, di negara lain. Dia seorang penyayang anjing, punya anjing di rumah yang sedang dititip ke temannya karena tidak mungkin memboyong anjing kesayangannya ke sini. Selama dia di sini, ada seekor anjing tetangga yang sering main ke tempat kami bekerja. Kami memberinya makan dan perhatian ke anjing itu dan sering mengajaknya ngobrol. Si anjing merespon dan lebih sering berada di tempat kami daripada di rumah tuannya yang asli.

Rupanya si Anjing sedang hamil. Kira-kira dua minggu sebelum temanku harus kembali ke negaranya, si Anjing melahirkan di tempat kami suatu tengah malam. Temanku menunggui sampai subuh, sampai keempat anak anjing selesai dilahirkan. Aku khusus minta pada tuan asli si Anjing untuk jangan dulu mengambil anak-anak anjing itu, setidaknya sampai temanku balik ke negaranya. Hari demi hari makin jatuh sayang temanku itu pada si Anjing dewasa dan bayi-bayinya. Sehari sebelum pergi, satu bayi anjing mulai kelihatan membuka matanya yang masih berselaput keruh. Temanku menggendong bayi-bayi anjing itu, menciumi dan membelainya satu persatu dengan perasaan sendu. Sambil menggeleng dia berkata bahwa semestinya dia patuh berpegang pada peraturan awal yang sudah ditetapkan bagi dirinya: jangan sampai jatuh cinta pada anjing-anjing di sini, karena pada akhirnya dia tetap harus pergi dan meninggalkan cinta-cinta barunya.

Aku mengerutkan keningku dan bertanya, “Mengapa tidak?” Menurutku, cinta itu selalu jujur, baik, benar dan indah. Namun cinta sangat sering dilekati hal-hal lainnya yang mencoreng nama baik cinta. Lalu orang-orang menyalahkan cinta. Menurutku, mereka-lah yang salah, yang mencoreng nama baik cinta maupun yang menyalahkan cinta. Tentu saja, cinta tidak bisa berdiri sendiri, bersamanya selalu disandingkan kualitas-kualitas lain, baik atau buruk, yang sadar maupun tidak, dipilih oleh mereka yang sedang jatuh cinta.   

Mengapa namanya jatuh cinta? Falling in love. Apakah cinta itu sesuatu yang rendah sehingga membuat orang-orang harus jatuh? Ada orang-orang yang takut mencintai karena takut dengan kejatuhannya. Di sisi lain, ada orang-orang yang mati-matian berpegang dan bersandar pada cinta. Ketika orang jatuh cinta, dalam pengamatanku, banyak yang dan seringkali kemudian membumbui cinta dengan urusan-urusan yang belum juga selesai dalam hidup mereka. Rasa kesepian, kesendirian, ketakutan dan rasa tak aman, jiwa kekanak-kanakan, kekosongan makna, kemiskinan diri, kecenderungan untuk tergantung, rasa ingin memiliki sepenuhnya, naluri keibuan yang menggunung mencari penyaluran, nafsu birahi seksual yang haus, dendam pada kehilangan di masa lalu, hutang untuk memperbaiki kesalahan di masa silam, pengejaran mimpi yang tak tergapai, pencarian kepuasan hidup. Orang bergantung pada cinta untuk memenuhi semua itu. Mereka merasa cinta melengkapi semua urusan mereka yang belum selesai itu. Semua hal yang semestinya menjadi tanggung jawab pribadi milik para penyandangnya. Inti tanggung jawab hidup manusia.

Bagi orang-orang yang takut jatuh cinta, mungkin dari dulunya, sebelum dia jatuh cinta, ada sebuah kekosongan dalam dirinya dan ketika dia jatuh cinta dia bersandar pada cinta untuk membuatnya penuh. Pada saat cinta ada, memang dia merasa dirinya penuh dan senantiasa bersandar padanya. Namun, ketika cinta pergi, bersamanya cinta meninggalkan kekosongan yang rasanya bahkan lebih mencekam dan nyeri dibanding sebelum jatuh cinta. Karena setelah cinta pergi, ada dua kekosongan itu: kekosongan pribadi sebelum cinta hadir dan kekosongan dari ruang imajiner yang memuai yang pernah menjadi tempat ketika cinta hadir. Keduanya adalah perbandingan yang sama-sama tak terkira dalamnya. Maka, dia memilih untuk tidak jatuh cinta lagi, karena baginya lebih tertanggungkan kekosongan sebelum jatuh cinta dibanding setelah cinta pergi.

Cinta itu, (seperti apa ya?) adalah seperti sebuah partikel energi yang murni dan tak terdefinisikan. Ketika cinta hinggap pada seseorang, cinta bersenyawa dengan partikel-partikel lain di dalam orang itu, membentuk substansi baru dan beragam pada masing-masing orang. Substansi itu bisa jadi membangun atau menghancurkan, menjadi madu atau racun bagi orang tersebut tergantung pada partikel apa saja yang membentuknya dan perkembangan pergerakannya. Bila semula kita tidak (bersedia) bertanggung jawab pada partikel dan senyawa awal di dalam diri kita sebelum cinta datang, maka kelanjutannya setelah cinta datang pun, besar kemungkinan kita tidak (bersedia) bertanggung jawab pada substansi dan perkembangannya setelah kehadiran cinta. Lalu haruskah cinta dibebani tanggung jawab itu?

Cinta tidak pernah salah. Yang mencoreng nama baik cinta dan yang menyalahkan cinta-lah yang tidak bersedia bertanggung jawab.   


***********

Adalah sebuah cuplikan dari buku ‘Sejenak Bijak’ tulisan Anthony Mello:   
Kepada seorang murid yang terlalu banyak berdoa Sang Guru berkata, “Kapan engkau akan berhenti bersandar pada Allah, mulai berdiri di atas dua kakimu sendiri?”
Murid itu heran: “Tetapi tuanlah yang mengajarkan kami memandang Allah sebagai Bapa!?”
“Kapan engkau belajar, bahwa Bapa itu bukan tempat orang untuk bersandar, melainkan membebaskan engkau dari kecondongan mau bersandar?”

Gantilah kata Allah dengan cinta (karena bukankan Allah adalah cinta?) dan beberapa penyesuaian lain:
Kepada seseorang yang jatuh cinta Sang Guru berkata, “Kapan engkau akan berhenti bersandar pada cinta, mulai berdiri di atas dua kakimu sendiri?”
Orang itu heran, “Tetapi tuanlah yang mengajarkan kami memandang cinta sebagai sandaran kekuatan!?”
“Kapan engkau belajar, bahwa cinta itu bukan tempat orang untuk bersandar, melainkan membebaskan engkau dari kecondongan mau bersandar?”



RTTb, 8 Desember 2012

1 komentar:

  1. SOAL KUPU !

    Ulat dan kepompong harus tetap hidup, dan jika ulat dan kepompong harus dikorbankan, maka ada 2 nyawa yang meregang ? Penonton akan memilih 2 nyawa atau sebaiknya 1 nyawa !

    Hidup harus terus berjalan, dan tentu setiap manusia tidak akan berhenti, ia harus terus memacu hidupnya untuk mendapatkan pilihan terbaik yang belum tentu baik bagi dirinya.

    Loves more

    BalasHapus