Bukan sebuah film yang tergolong luar
biasa, menurutku. Tapi membawaku berpikir kembali tentang
kemungkinan-kemungkinan terburuk dari penjajahan manusia terhadap bumi ini. Di
film ini, The Day, kita disuguhkan gambaran
jaman di mana manusia mulai menyantap manusia lainnya. Kanibalisme.
Terdorong
oleh kondisi ekstrim kelangkaan sumber pangan. Tidak terdengar suara hewan
maupun terlihat penampakannya. Bisa diduga bahwa yang dimaksudkan di film ini
adalah hewan sudah punah, baik yang bisa disantap maupun tidak oleh manusia.
Mungkin mereka habis dimangsa manusia, atau habis karena punah oleh penyakit
atau mati terpapar macam-macam polusi di air, tanah maupun udara. Atau mungkin
mereka sembunyi di tempat-tempat terpencil di luar jangkauan manusia, paham
bahwa manusia adalah makhluk paling berbahaya dan paling rakus dari semua
makhluk apa pun di atas bumi. Pohon-pohon gersang. Tumbuhan yang ada pun
mungkin sudah sarat dengan zat kimia atau radioaktif maut yang begitu dikonsumsi
maka pemakannya kejang-kejang keracunan dan segera menemui ajalnya. Rumah-rumah
kosong tak berpenghuni.
Mestinya di saat manusia terpaksa
menjadi kanibal, sebagaimana yang dimaksud oleh film ini, adalah masa depan
yang lumayan jauh dari sekarang, ketika teknologi sudah lebih canggih lagi dari
masa sekarang. Tapi di film ini, anehnya, tidak terlihat kemajuan teknologi
yang signifikan. Senjata yang dipakai bisa dibilang agak ketinggalan jaman. Sekedar
kritik remeh. Mungkin yang membuat cerita agak malas berimajinasi atau berpikir
bahwa kemajuan teknologi apa pun tidak berguna lagi kalau sudah tidak ada yang
bisa dimakan kecuali si penemu teknologi itu sendiri. Atau aku sendiri yang
salah menduga.
Seperti yang diperlihatkan oleh berlalunya
waktu, apa pun yang terjadi, jumlah manusia tidak berkurang apalagi sampai
punah. Kita terus melaju pesat. Tidak ada satu pun virus yang bisa menyapu
habis umat manusia. Epidemi penyakit justru membuat manusia terpaksa
beradaptasi dan menjadi lebih kebal menghadapinya, untuk kemudian berkembang
biak membayar jumlah mereka yang sempat mati akibat epidemi tersebut. Perang
memicu dan memacu baik pihak yang menang maupun yang kalah untuk lebih
berkembang biak lagi agar jumlah angkatan perang tidak menyusut sehingga lebih
menjamin kemungkinan menang di pertempuran-pertempuran berikutnya. Jumlah
populasi manusia justru mengungkapkan peningkatan yang laju setelah perang.
Seberapa cepatkah kita melaju? Tidak
kurang dari satu juta tiap empat hari. Tiap tahunnya pertambahan populasi dunia
mencapai setara jumlah populasi di Meksiko. Sampai sekarang. Hari ini, jumlah
kita sudah mendekati 7,1 milyar. Dan bayangkan, ketika sekelompok manusia
melayangkan pandangan ke segala arah dan tidak menemukan makanan, maka dalam
keadaan kelaparan mereka terdorong untuk mengambil pilihan saling memburu dan
memangsa. Sungguh suatu bayangan pilihan yang tragis dan membuat bulu kuduk
meremang. Bahkan ketika kita memutuskan untuk tidak menjadi kanibal, di suatu
titik kita disudutkan pada pilihan untuk membunuh sekelompok manusia kanibal yang
sudah muncul menyerbu di depan mata, seperti yang terjadi di film ini.
Kanibalisme manusia bukanlah hal yang
baru dan asing dalam sejarah kita. Ketika aku merambah di dunia maya, ya ampun,
ternyata memang banyak sekali kisah kanibalisme manusia. Ditemani perasaan
ngeri tapi penasaran, aku teruskan membaca...
*****************
Kanibalisme, atau
juga disebut anthropophagy, adalah
tindakan atau praktik manusia memakan daging atau organ internal manusia
lainnya. Di beberapa kelompok masyarakat, khususnya suku asli, kanibalisme
adalah norma budaya. Jika dilakukan terhadap yang berasal dari kelompok
masyarakat yang sama dinamakan endocanibalism;
jika terhadap kelompok luar dinamakan exocannibalism.
Endokanibalisme seringkali dilakukan
sebagai ritual bagi orang yang baru meninggal, bisa jadi sebagai bagian proses
duka atau untuk membimbing jiwa orang yang meninggal tersebut agar masuk ke
dalam badan orang yang memakannya, biasanya keturunannya. Eksokanibalisme
biasanya adalah bentuk perayaan kemenangan melawan suku lawan.
Sedangkan di kasus-kasus lain,
kanibalisme dilakukan bukan sebagai norma masyarakat, melainkan seringkali
didorong oleh situasi yang ekstrim, seperti kelaparan. Kanibalisme yang
dilakukan bisa jadi terhadap mayat orang yang sudah mati (necro-cannibalism), atau dengan sengaja membunuh manusia lain untuk
maksud memakannya (homicidal cannibalism).
Ada juga beberapa contoh kasus kanibalisme di mana pembunuh memakan korbannya,
seringkali untuk mendapatkan pemuasan nafsu seksual dari tindak kanibalismenya.
Orang-orang seperti ini biasanya mengidap penyakit jiwa. Dilaporkan pula adanya
kasus-kasus autophagia atau
kanibalisme diri sendiri.
Kisah-kisah kanibalisme juga terdapat
dalam dongeng dan legenda di banyak kebudayaan dan seringkali dikaitkan dengan
karakter jahat atau pembalasan yang ekstrim terhadap mereka yang bersalah.
Contohnya adalah karakter penyihir dalam dongeng Hansel dan Gretel dan dalam
dongeng-dongeng mitos Yunani.
Jaman dahulu, praktek kanibalisme
kerap ditemukan di Eropa, Amerika Selatan, di antara masyarakat Iroquoian di
Amerika Utara, Maori di Selandia Baru, Kepulauan Solomon, di beberapa tempat di
Afrika Barat dan Afrika Tengah, di beberapa kepulauan di Polinesia, Papua
Nugini, Sumatra dan Fiji. Beberapa temuan dari peninggalan kebudayaan Anasazi
di Amerika Barat Daya juga membuktikan adanya praktik kanibalisme.
Kanibalisme di jaman prasejarah
ditemukan bukti-bukti peninggalannya dari periode Paleolitik, diduga karena
alasan kelangkaan pangan, praktik ritual atau dengan alasan kontrol predator
yang bertujuan melenyapkan tubuh mayat manusia dari satwa predator dan hewan
pemakan bangkai. Kontrol predator seperti ini dilakukan pada periode ketika
belum ada ritual mengubur atau membakar mayat dalam sejarah manusia.
Selama periode sejarah awal, literatur
mencatat banyak praktik kanibalisme. Di antaranya selama pengepungan Yerusalem
oleh Roma pada tahun 70 M, pendudukan Numantia selama pengepungan oleh Roma
pada abad kedua SM.
Pada jaman pertengahan, ditulis sebuah
kasus kanibalisme yang terjadi sewaktu perang Qurays pada awal abad ketujuh
yaitu di pertempuran Uhud, di mana Hind bint ‘Utbah memakan hati Hamzah ibn
Abdul-Muttalib setelah membunuhnya. Selama Perang Salib Pertama, pasukan perang
salib diduga keras memakan mayat para lawannya setelah pengepungan Ma’arrat
al-Numan. Selama bencana kelaparan di tahun 1315-1317 di Eropa terdapat banyak
kejadian kanibalisme di antara populasi yang kelaparan. Di Afrika Utara pun
sama kejadiannya, sebagai pilihan terakhir dalam masa-masa kelaparan dan
kemiskinan. Selama Dinasti Tang di Cina, kanibalisme dilakukan oleh para
pemberontak, di mana memakan jantung dan hati pihak lawan diklaim sebagai cara
hukuman resmi dan balas dendam pribadi.
Selama periode yang singkat di Eropa,
bentuk janggal dari kanibalisme terjadi ketika ribuan mumi Mesir dijual sebagai
obat. Praktek ini sempat menjadi bisnis skala besar sampai akhir abad ke-16.
Bahkan sampai dua abad sebelum sekarang, mumi masih dipercaya punya kekuatan
medis untuk pengobatan pendarahan dan dijual dalam bentuk bubuk.
Lalu pada era modern awal, para
penjelajah dan penjajah dari Eropa pulang ke rumah membawa banyak kisah tentang
kanibalisme oleh orang-orang suku asli yang mereka jumpai, seperti misalnya
suku-suku asli di Amerika Utara, Selatan, Barat Laut dan Barat. Di Selandia
Baru, kejadian pembantaian Boyd di tahun 1809, suku Maori di Selandia Baru
membunuh dan memakan sekitar 66 penumpang dan kru kapal Boyd. Kanibalisme sudah
menjadi praktek biasa di Maori dalam perang-perang mereka. Di sebagian
Melanesia, kanibalisme masih dilakukan pada awal abad ke-20 untuk berbagai
alasan, termasuk di antaranya pembalasan dendam, mempermalukan lawan, atau
untuk menyerap sifat-sifat si korban. Para pelaut Eropa menghindari perairan
Fiji yang orang-orang di kepulauannya terkkenal dengan praktek kanibalisme
sampai dijuluki dengan nama Kepulauan Kanibal.
Kanibalisme untuk bertahan hidup
dilakukan juga oleh para penjelajah dan pelaut seperti yang terjadi pada
peristiwa tenggelamnya kapal Prancis bernama Medusa di tahun 1816. Kejadian lainnya
adalah tenggelamnya kapal Essex dari Nantucket akibat benturan dengan ikan paus
pada bulan November 1820, juga pada peristiwa hilangnya para anggota ekspedisi
kutub John Franklin. Dalam buku The
Island of Formosa, digambarkan bagaimana orang-orang Cina di Taiwan memakan
dan menjual daging penduduk asli Taiwan.
Lebih jauh, di era modern, kanibalisme
banyak dijumpai selama perang dunia kedua untuk bertahan hidup dalam
peperangan, baik dilakukan secara terang-terangan maupun sembunyi-sembunyi.
Tentara Jepang melakukan tindak kanibalisme terhadap sesamanya, mayat musuh,
tawanan perang yang masih dalam keadaan hidup, maupun tentara sekutu, yang
dilakukan secara sistematis oleh seluruh anggota pasukan dengan komando atasan.
Kanibalisme juga didorong oleh faktor kemiskinan.
Di Afrika Barat pada pertengahan 1900-an terdapat sebuah kelompok rahasia
bernama kelompok Macan Tutul yang berpusat di Sierra Leone, Liberia dan Côte d'Ivoire. Mereka memakai kulit macan tutul, menghadang
orang-orang yang bepergian dan membunuh mereka dengan senjata tajam seperti
cakar dan taring macan tutul. Daging korban kemudian dibagi-bagikan ke anggota
kelompok itu. Konflik-konflik di Afrika juga mendorong
kanibalisme terjadi di Perang Kedua Congo dan perang-perang sipil di Liberia
dan Sierra Leone. Diktator Uganda bernama Idi Amin di tahun 1970-an terkenal
melakukan kanibalisme.
Kanibalisme karena ritual dilakukan
oleh pecahan kecil sekte Hinduisme di mana mereka mengkonsumsi daging orang
mati yang mengambang di Sungai Gangga untuk tujuan keabadian dan kekuatan
supranatural. Anggota Aghori minum dari tengkorak manusia dan melakukan
kanibalisme dengan kepercayaan mendapatkan kekuatan spiritual dan fisik seperti
mencegah penuaan.
Di Cina ketika desa-desa di Cina
ditimpa bencana kekeringan dan kelaparan. Kelaparan bahkan memaksa orang tua
memakan anak-anaknya sendiri di Rusia pada masa sulit paling kelam di tahun
1601-1603. Juga terjadi di kamp tahanan dan tempat-tempat pengungsian di Gulag
di Sovyet dari tahun 1938-1955. Selama
perang di Asia Tenggara di tahun 1960-an dan 1970-an, pasukan Kamboja memakan
hati musuhnya. Kelaparan yang meluas di bawah kekuasaan Khmer Merah juga mendorong
kanibalisme di desa dan kota. Di Korea Utara selama kelaparan di tahun 1996
juga terjadi praktik kanibalisme.
Tragedi yang sempat terkenal yang dibukukan
dan dibuat filmnya adalah ketika penerbangan 571 Uruguay jatuh di pegunungan
Andes pada tanggal 13 Oktober 1972. Para penyintasnya yang tersisa 16 orang
berjuang hidup selama 72 hari dengan memakan mayat penumpang lain.
Kelangsungan hidup adalah perjuangan
moral dan fisik. Kelaparan di Sovyet pada tahun 1932-1933 mendorong praktik
kanibalisme di Ukraina dan Siberia Selatan. Seorang dokter perempuan menulis
surat pada temannya di bulan Juni 1933. “Hingga kini aku belum menjadi kanibal,
tapi aku tidak yakin masih tetap bisa mempertahankannya ketika surat ini sampai
padamu. Orang-orang baik mati duluan. Mereka yang menolak mencuri atau
melakukan prostitusi juga mati. Mereka yang memberikan makanannya ke orang
lain, mati. Mereka yang menolak makan mayat manusia, mati. Mereka yang menolak
membunuh sesamanya juga mati...” Setidaknya 2.505 orang dijatuhi hukuman atas
praktik kanibalisme di tahun 1932 dan 1933 di Ukraina, meski jumlah kasus yang
sebenarnya pasti jauh lebih besar.
.
***************
Dengan trend yang diperlihatkan oleh
laju populasi, maka saat ini kita tergolong spesies dengan tingkat ketahanan
hidup paling kuat dibanding spesies lain. Sebagai yang terkuat, sekaligus yang
paling cerdas, pilihan dan tanggung jawab jatuh di tangan kita. Tak bisa
dipungkiri bahwa banyak dari kita masih bersikap masa bodoh atau pasrah ketika
diajukan fakta dan pertanyaan tentang kelangsungan umat manusia dan planet bumi
di masa depan. Tapi ada yang telah merenung dan berpikir keras dan lalu keluar
dengan beragam pilihan; dari yang paling lembut-persuasif sampai yang paling
ekstrim-anarkis.
Les Knight, pendiri VHEMT (the Voluntary Human Extinction Movement),
gerakan sukarela pemunahan manusia, senantiasa melakukan hitungan matematika
yang memberinya jawaban yang sama. Dunia ini punya terlalu banyak pembiak yang
terus aktif. Di China saja, yang tingkat reproduksinya sekarang sudah berkurang
menjadi 1,3%, masih terus menambah 10 juta populasinya per tahun saat ini.
Katanya, kelaparan, penyakit dan perang belakangan semakin banyak dan sering
terjadi, namun tidak menurunkan laju pertumbuhan kita. Gerakannya
mengadvokasikan agar umat manusia menghindari penderitaan dan kematian massif
umat manusia karena jelas-jelas kita tidak bisa mendiami planet ini sekaligus merusaknya
pada saat bersamaan.
Les Knight mengajak kita berpikir
lebih jauh: jika misalnya hari ini kita semua setuju untuk menghentikan
prokreasi kita, dalam waktu lima tahun, tidak akan ada lagi balita yang sekarat
dalam kondisi mengenaskan. Anak-anak yang sudah ada akan menunjukkan perbaikan
keadaan karena mereka menjadi begitu berharga. Tidak ada lagi anak-anak yang
tinggal di panti asuhan karena mereka semua akan diadopsi. Dalam jangka waktu
21 tahun, kita tidak akan lagi menjumpai kenakalan remaja. Pada waktunya,
kebangkitan spiritual akan terjadi menggantikan kepanikan, karena manusia telah
mampu tiba pada kesadaran bahwa sesungguhnya kemanusiaan mengalami kemajuan.
Sumber pangan tidak akan mengalami kelangkaan karena tersedia cukup makanan
buat kita semua. Sumber daya alami akhirnya memiliki kesempatan yang memadai untuk
memperbaharui dan memberlangsungkan dirinya sendiri. Kita tidak perlu membuka
lahan baru untuk membangun rumah karena yang ada sudah lebih dari cukup. Tiada
alasan berperang demi memperebutkan sumber daya. Kesempatan yang tersisa akan
kita manfaatkan sebaik mungkin untuk merawat keindahan dan keharmonisan isi
dunia karena kita sudah sampai pada titik jenuh menyaksikan dan mengalami
kehancuran yang penuh kesia-siaan. Dan manusia yang terakhir akan menyambut
kematiannya dengan perasaan bangga, damai dan penuh karena menyaksikan planet
ini akhirnya kembali lagi kepada kesempurnaannya seperti layaknya taman
Firdaus.
Kemusnahan manusia adalah pasti, cepat
ataupun lambat. Alangkah jauh lebih baik jika kita memilih punah lebih cepat,
dengan demikian isi bumi lainnya bisa selamat. Gagasan Knight yang intinya
adalah menghentikan prokreasi manusia sama sekali, ramai mengundang komentar baik
pro maupun kontra. Banyak orang yang pesimis, bahkan menganggap bahwa Les
Knight absurd. Les Knight sendiri mengakui bahwa gerakan yang digagasnya akan sulit
menemui keberhasilan, tapi dia tetap memegang teguh pemikiran bahwa usaha
mengurangi populasi manusia adalah satu-satunya pilihan moral yang ada.
Alan Weisman, penulis The World Without Us, berpandangan bahwa
jika besok semua perempuan di atas bumi ini sepakat untuk melahirkan satu anak
saja, maka bumi dan umat manusia bisa diselamatkan. Pandangan Alan sejalan
dengan mandat banyak negara tentang kendali laju populasi, yaitu menekan
tingkat reproduksi sampai jumlah tertentu. Yang juga mirip adalah Negative Population Growth (NPG) atau
Pertumbuhan Negatif Populasi, yang anggotanya mencapai 25.000 orang lebih, yang
berargumen bahwa tingkat kesuburan harus dikurangi sampai angka 1,5 kelahiran
per perempuan. NPG menyatakan bahwa sesungguhnya populasi optimal manusia di
planet bumi untuk bisa hidup dengan kualitas yang baik bagi manusia dan bumi
itu sendiri adalah adalah 2-3 milyar saja.
Salah satu gerakan yang ekstrim adalah
yang diprakarsai oleh Chris Korda di Boston: Church of Euthanasia dengan empat pilarnya suicide, abortion, cannibalism, sodomy. Doktrinnya tentang
kanibalisme hanya untuk mereka yang ngotot makan daging dan hanya daging
manusia yang sudah mati, bukan karena dibunuh. Sedangkan sodomi yang dimaksud
adalah bentuk-bentuk aktivitas seksual yang diniatkan untuk tidak menghasilkan
keturunan seperti fellatio, cunnilingus, dan seks anal. Lembaga
pendidikan non-profit ini didedikasikan untuk mengembalikan keseimbangan antara
manusia dan spesies lainnya di bumi. Situs mereka bahkan menyediakan ruang
untuk berkonsultasi bagi mereka yang serius dengan niat bunuh diri. Doktrinnya
menegaskan bahwa gerakan reduksi populasi mereka adakah bersifat sukarela
sehingga tidak mengijinkan pembunuhan atau sterilisasi paksa. Gerakan ini
berkonflik dengan aktivis Kristen yang pro-kehidupan dan dikutuk oleh banyak
lembaga.
Perkumpulan lainnya lagi bernama No Kidding! adalah sebuah perkumpulan internasional
nirlaba bagi orang dewasa, baik yang sudah berpasangan maupun lajang, yang
tidak pernah punya anak, apa pun alasan yang melatarbelakanginya. Dimulai di
Vancouver, Kanada pada tahun 1984 oleh Jerry Steinberg lalu berkembang ke
perkumpulan cabang lain di Kanada, Selandia Baru, Amerika dan negara-negara
lain. Maksud diadakannya perkumpulan ini adalah memberi kesempatan pada
orang-orang dewasa yang tidak punya anak untuk berbagi minat bersama dan
berteman dengan orang-orang baru yang juga tidak punya anak. Siapapun
yang belum pernah menjadi orang tua, apa pun alasannya, dari latar belakang
agama, suku, kelompok manapun, dibolehkan bergabung, untuk mengikuti dan
mengorganisir beragam kegiatan seperti naik gunung, pesta-pesta, makan-makan di
restauran, konser musik, dll. Semua kegiatan itu bebas anak dan mereka
mengadakan pertemuan gabungan tiap tahunnya. No Kidding! menyediakan kesempatan bagi mereka yang berminat secara
sukarela memulai kelompok-kelompok baru di kota-kota dan negara-negara
lain.
*******************
Sekali lagi, jika kita diajukan
pertanyaan: apa pilihan yang kita akan ambil?, apakah jawaban kita? Adalah
kepercayaan yang brutal dan membabi-buta jika kita tetap teguh tidak mau
berubah dan tetap berpandangan bahwa gaya hidup dan pilihan-pilihan
konvensional yang ada sekarang ini harus tetap menjamin keberlangsungan umat
manusia dan seisi planet bumi. Pada satu titik nanti, kita akan dipaksa untuk
membuat pilihan yang berbeda dari yang sudah ada. Dan ketika hari itu tiba, di
hari itu, berdoalah agar kita tidak harus sampai saling membunuh dan
memangsa.
Sej-Plbg, 26 Januari, 2013.
Sumber:
The Day, Guy A. Danella Production, 2011.
Weisman,
Alan. The World Without Us. New York:
St. Martin’s Press, 2007.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar