MENGANTAR DI PINTU RUANG BERCERMIN

Berbagi Cermin Hidup...

Adalah niatanku (dan mereka yang turut berkisah) untuk saling berbagi proses dan hasil perenungan hidup kami. Aku masih seorang pemula, dan pasti juga bukan perintis. Kita teruskan saja apa yang pernah dan masih menjadi baik.
Jika kau bisa menemukan cerminmu di kisah-kisah yang kuceritakan, aku ikut merasa senang. Jika tidak, berbagilah dengan orang-orang lain, karena mungkin seseorang yang lain bisa menemukan cerminnya di situ.
Mari berbagi cermin hidup.

Sabtu, 26 Januari 2013

SERIAL 7M+ (2): THE DAY



  Hansel and Gretel, ilustrasi oleh Arthur Rackham.

Bukan sebuah film yang tergolong luar biasa, menurutku. Tapi membawaku berpikir kembali tentang kemungkinan-kemungkinan terburuk dari penjajahan manusia terhadap bumi ini. Di film ini, The Day, kita disuguhkan gambaran jaman di mana manusia mulai menyantap manusia lainnya. Kanibalisme.
Terdorong oleh kondisi ekstrim kelangkaan sumber pangan. Tidak terdengar suara hewan maupun terlihat penampakannya. Bisa diduga bahwa yang dimaksudkan di film ini adalah hewan sudah punah, baik yang bisa disantap maupun tidak oleh manusia. Mungkin mereka habis dimangsa manusia, atau habis karena punah oleh penyakit atau mati terpapar macam-macam polusi di air, tanah maupun udara. Atau mungkin mereka sembunyi di tempat-tempat terpencil di luar jangkauan manusia, paham bahwa manusia adalah makhluk paling berbahaya dan paling rakus dari semua makhluk apa pun di atas bumi. Pohon-pohon gersang. Tumbuhan yang ada pun mungkin sudah sarat dengan zat kimia atau radioaktif maut yang begitu dikonsumsi maka pemakannya kejang-kejang keracunan dan segera menemui ajalnya. Rumah-rumah kosong tak berpenghuni.  

Mestinya di saat manusia terpaksa menjadi kanibal, sebagaimana yang dimaksud oleh film ini, adalah masa depan yang lumayan jauh dari sekarang, ketika teknologi sudah lebih canggih lagi dari masa sekarang. Tapi di film ini, anehnya, tidak terlihat kemajuan teknologi yang signifikan. Senjata yang dipakai bisa dibilang agak ketinggalan jaman. Sekedar kritik remeh. Mungkin yang membuat cerita agak malas berimajinasi atau berpikir bahwa kemajuan teknologi apa pun tidak berguna lagi kalau sudah tidak ada yang bisa dimakan kecuali si penemu teknologi itu sendiri. Atau aku sendiri yang salah menduga.

Seperti yang diperlihatkan oleh berlalunya waktu, apa pun yang terjadi, jumlah manusia tidak berkurang apalagi sampai punah. Kita terus melaju pesat. Tidak ada satu pun virus yang bisa menyapu habis umat manusia. Epidemi penyakit justru membuat manusia terpaksa beradaptasi dan menjadi lebih kebal menghadapinya, untuk kemudian berkembang biak membayar jumlah mereka yang sempat mati akibat epidemi tersebut. Perang memicu dan memacu baik pihak yang menang maupun yang kalah untuk lebih berkembang biak lagi agar jumlah angkatan perang tidak menyusut sehingga lebih menjamin kemungkinan menang di pertempuran-pertempuran berikutnya. Jumlah populasi manusia justru mengungkapkan peningkatan yang laju setelah perang.  

Seberapa cepatkah kita melaju? Tidak kurang dari satu juta tiap empat hari. Tiap tahunnya pertambahan populasi dunia mencapai setara jumlah populasi di Meksiko. Sampai sekarang. Hari ini, jumlah kita sudah mendekati 7,1 milyar. Dan bayangkan, ketika sekelompok manusia melayangkan pandangan ke segala arah dan tidak menemukan makanan, maka dalam keadaan kelaparan mereka terdorong untuk mengambil pilihan saling memburu dan memangsa. Sungguh suatu bayangan pilihan yang tragis dan membuat bulu kuduk meremang. Bahkan ketika kita memutuskan untuk tidak menjadi kanibal, di suatu titik kita disudutkan pada pilihan untuk membunuh sekelompok manusia kanibal yang sudah muncul menyerbu di depan mata, seperti yang terjadi di film ini.     

Kanibalisme manusia bukanlah hal yang baru dan asing dalam sejarah kita. Ketika aku merambah di dunia maya, ya ampun, ternyata memang banyak sekali kisah kanibalisme manusia. Ditemani perasaan ngeri tapi penasaran, aku teruskan membaca...


*****************

Kanibalisme, atau juga disebut anthropophagy, adalah tindakan atau praktik manusia memakan daging atau organ internal manusia lainnya. Di beberapa kelompok masyarakat, khususnya suku asli, kanibalisme adalah norma budaya. Jika dilakukan terhadap yang berasal dari kelompok masyarakat yang sama dinamakan endocanibalism; jika terhadap kelompok luar dinamakan exocannibalism.  Endokanibalisme seringkali dilakukan sebagai ritual bagi orang yang baru meninggal, bisa jadi sebagai bagian proses duka atau untuk membimbing jiwa orang yang meninggal tersebut agar masuk ke dalam badan orang yang memakannya, biasanya keturunannya. Eksokanibalisme biasanya adalah bentuk perayaan kemenangan melawan suku lawan. 

Sedangkan di kasus-kasus lain, kanibalisme dilakukan bukan sebagai norma masyarakat, melainkan seringkali didorong oleh situasi yang ekstrim, seperti kelaparan. Kanibalisme yang dilakukan bisa jadi terhadap mayat orang yang sudah mati (necro-cannibalism), atau dengan sengaja membunuh manusia lain untuk maksud memakannya (homicidal cannibalism). Ada juga beberapa contoh kasus kanibalisme di mana pembunuh memakan korbannya, seringkali untuk mendapatkan pemuasan nafsu seksual dari tindak kanibalismenya. Orang-orang seperti ini biasanya mengidap penyakit jiwa. Dilaporkan pula adanya kasus-kasus autophagia atau kanibalisme diri sendiri.

Kisah-kisah kanibalisme juga terdapat dalam dongeng dan legenda di banyak kebudayaan dan seringkali dikaitkan dengan karakter jahat atau pembalasan yang ekstrim terhadap mereka yang bersalah. Contohnya adalah karakter penyihir dalam dongeng Hansel dan Gretel dan dalam dongeng-dongeng mitos Yunani.

Jaman dahulu, praktek kanibalisme kerap ditemukan di Eropa, Amerika Selatan, di antara masyarakat Iroquoian di Amerika Utara, Maori di Selandia Baru, Kepulauan Solomon, di beberapa tempat di Afrika Barat dan Afrika Tengah, di beberapa kepulauan di Polinesia, Papua Nugini, Sumatra dan Fiji. Beberapa temuan dari peninggalan kebudayaan Anasazi di Amerika Barat Daya juga membuktikan adanya praktik kanibalisme.

Kanibalisme di jaman prasejarah ditemukan bukti-bukti peninggalannya dari periode Paleolitik, diduga karena alasan kelangkaan pangan, praktik ritual atau dengan alasan kontrol predator yang bertujuan melenyapkan tubuh mayat manusia dari satwa predator dan hewan pemakan bangkai. Kontrol predator seperti ini dilakukan pada periode ketika belum ada ritual mengubur atau membakar mayat dalam sejarah manusia.

Selama periode sejarah awal, literatur mencatat banyak praktik kanibalisme. Di antaranya selama pengepungan Yerusalem oleh Roma pada tahun 70 M, pendudukan Numantia selama pengepungan oleh Roma pada abad kedua SM.

Pada jaman pertengahan, ditulis sebuah kasus kanibalisme yang terjadi sewaktu perang Qurays pada awal abad ketujuh yaitu di pertempuran Uhud, di mana Hind bint ‘Utbah memakan hati Hamzah ibn Abdul-Muttalib setelah membunuhnya. Selama Perang Salib Pertama, pasukan perang salib diduga keras memakan mayat para lawannya setelah pengepungan Ma’arrat al-Numan. Selama bencana kelaparan di tahun 1315-1317 di Eropa terdapat banyak kejadian kanibalisme di antara populasi yang kelaparan. Di Afrika Utara pun sama kejadiannya, sebagai pilihan terakhir dalam masa-masa kelaparan dan kemiskinan. Selama Dinasti Tang di Cina, kanibalisme dilakukan oleh para pemberontak, di mana memakan jantung dan hati pihak lawan diklaim sebagai cara hukuman resmi dan balas dendam pribadi.

Selama periode yang singkat di Eropa, bentuk janggal dari kanibalisme terjadi ketika ribuan mumi Mesir dijual sebagai obat. Praktek ini sempat menjadi bisnis skala besar sampai akhir abad ke-16. Bahkan sampai dua abad sebelum sekarang, mumi masih dipercaya punya kekuatan medis untuk pengobatan pendarahan dan dijual dalam bentuk bubuk.   

Lalu pada era modern awal, para penjelajah dan penjajah dari Eropa pulang ke rumah membawa banyak kisah tentang kanibalisme oleh orang-orang suku asli yang mereka jumpai, seperti misalnya suku-suku asli di Amerika Utara, Selatan, Barat Laut dan Barat. Di Selandia Baru, kejadian pembantaian Boyd di tahun 1809, suku Maori di Selandia Baru membunuh dan memakan sekitar 66 penumpang dan kru kapal Boyd. Kanibalisme sudah menjadi praktek biasa di Maori dalam perang-perang mereka. Di sebagian Melanesia, kanibalisme masih dilakukan pada awal abad ke-20 untuk berbagai alasan, termasuk di antaranya pembalasan dendam, mempermalukan lawan, atau untuk menyerap sifat-sifat si korban. Para pelaut Eropa menghindari perairan Fiji yang orang-orang di kepulauannya terkkenal dengan praktek kanibalisme sampai dijuluki dengan nama Kepulauan Kanibal.

Kanibalisme untuk bertahan hidup dilakukan juga oleh para penjelajah dan pelaut seperti yang terjadi pada peristiwa tenggelamnya kapal Prancis bernama Medusa di tahun 1816. Kejadian lainnya adalah tenggelamnya kapal Essex dari Nantucket akibat benturan dengan ikan paus pada bulan November 1820, juga pada peristiwa hilangnya para anggota ekspedisi kutub John Franklin. Dalam buku The Island of Formosa, digambarkan bagaimana orang-orang Cina di Taiwan memakan dan menjual daging penduduk asli Taiwan.

Lebih jauh, di era modern, kanibalisme banyak dijumpai selama perang dunia kedua untuk bertahan hidup dalam peperangan, baik dilakukan secara terang-terangan maupun sembunyi-sembunyi. Tentara Jepang melakukan tindak kanibalisme terhadap sesamanya, mayat musuh, tawanan perang yang masih dalam keadaan hidup, maupun tentara sekutu, yang dilakukan secara sistematis oleh seluruh anggota pasukan dengan komando atasan.

Kanibalisme juga didorong oleh faktor kemiskinan. Di Afrika Barat pada pertengahan 1900-an terdapat sebuah kelompok rahasia bernama kelompok Macan Tutul yang berpusat di Sierra Leone, Liberia dan Côte d'Ivoire. Mereka memakai kulit macan tutul, menghadang orang-orang yang bepergian dan membunuh mereka dengan senjata tajam seperti cakar dan taring macan tutul. Daging korban kemudian dibagi-bagikan ke anggota kelompok itu. Konflik-konflik di Afrika juga mendorong kanibalisme terjadi di Perang Kedua Congo dan perang-perang sipil di Liberia dan Sierra Leone. Diktator Uganda bernama Idi Amin di tahun 1970-an terkenal melakukan kanibalisme.

Kanibalisme karena ritual dilakukan oleh pecahan kecil sekte Hinduisme di mana mereka mengkonsumsi daging orang mati yang mengambang di Sungai Gangga untuk tujuan keabadian dan kekuatan supranatural. Anggota Aghori minum dari tengkorak manusia dan melakukan kanibalisme dengan kepercayaan mendapatkan kekuatan spiritual dan fisik seperti mencegah penuaan.

Di Cina ketika desa-desa di Cina ditimpa bencana kekeringan dan kelaparan. Kelaparan bahkan memaksa orang tua memakan anak-anaknya sendiri di Rusia pada masa sulit paling kelam di tahun 1601-1603. Juga terjadi di kamp tahanan dan tempat-tempat pengungsian di Gulag di Sovyet  dari tahun 1938-1955. Selama perang di Asia Tenggara di tahun 1960-an dan 1970-an, pasukan Kamboja memakan hati musuhnya. Kelaparan yang meluas di bawah kekuasaan Khmer Merah juga mendorong kanibalisme di desa dan kota. Di Korea Utara selama kelaparan di tahun 1996 juga terjadi praktik kanibalisme.

Tragedi yang sempat terkenal yang dibukukan dan dibuat filmnya adalah ketika penerbangan 571 Uruguay jatuh di pegunungan Andes pada tanggal 13 Oktober 1972. Para penyintasnya yang tersisa 16 orang berjuang hidup selama 72 hari dengan memakan mayat penumpang lain.

Kelangsungan hidup adalah perjuangan moral dan fisik. Kelaparan di Sovyet pada tahun 1932-1933 mendorong praktik kanibalisme di Ukraina dan Siberia Selatan. Seorang dokter perempuan menulis surat pada temannya di bulan Juni 1933. “Hingga kini aku belum menjadi kanibal, tapi aku tidak yakin masih tetap bisa mempertahankannya ketika surat ini sampai padamu. Orang-orang baik mati duluan. Mereka yang menolak mencuri atau melakukan prostitusi juga mati. Mereka yang memberikan makanannya ke orang lain, mati. Mereka yang menolak makan mayat manusia, mati. Mereka yang menolak membunuh sesamanya juga mati...” Setidaknya 2.505 orang dijatuhi hukuman atas praktik kanibalisme di tahun 1932 dan 1933 di Ukraina, meski jumlah kasus yang sebenarnya pasti jauh lebih besar.

.
***************

Dengan trend yang diperlihatkan oleh laju populasi, maka saat ini kita tergolong spesies dengan tingkat ketahanan hidup paling kuat dibanding spesies lain. Sebagai yang terkuat, sekaligus yang paling cerdas, pilihan dan tanggung jawab jatuh di tangan kita. Tak bisa dipungkiri bahwa banyak dari kita masih bersikap masa bodoh atau pasrah ketika diajukan fakta dan pertanyaan tentang kelangsungan umat manusia dan planet bumi di masa depan. Tapi ada yang telah merenung dan berpikir keras dan lalu keluar dengan beragam pilihan; dari yang paling lembut-persuasif sampai yang paling ekstrim-anarkis.

Les Knight, pendiri VHEMT (the Voluntary Human Extinction Movement), gerakan sukarela pemunahan manusia, senantiasa melakukan hitungan matematika yang memberinya jawaban yang sama. Dunia ini punya terlalu banyak pembiak yang terus aktif. Di China saja, yang tingkat reproduksinya sekarang sudah berkurang menjadi 1,3%, masih terus menambah 10 juta populasinya per tahun saat ini. Katanya, kelaparan, penyakit dan perang belakangan semakin banyak dan sering terjadi, namun tidak menurunkan laju pertumbuhan kita. Gerakannya mengadvokasikan agar umat manusia menghindari penderitaan dan kematian massif umat manusia karena jelas-jelas kita tidak bisa mendiami planet ini sekaligus merusaknya pada saat bersamaan.

Les Knight mengajak kita berpikir lebih jauh: jika misalnya hari ini kita semua setuju untuk menghentikan prokreasi kita, dalam waktu lima tahun, tidak akan ada lagi balita yang sekarat dalam kondisi mengenaskan. Anak-anak yang sudah ada akan menunjukkan perbaikan keadaan karena mereka menjadi begitu berharga. Tidak ada lagi anak-anak yang tinggal di panti asuhan karena mereka semua akan diadopsi. Dalam jangka waktu 21 tahun, kita tidak akan lagi menjumpai kenakalan remaja. Pada waktunya, kebangkitan spiritual akan terjadi menggantikan kepanikan, karena manusia telah mampu tiba pada kesadaran bahwa sesungguhnya kemanusiaan mengalami kemajuan. Sumber pangan tidak akan mengalami kelangkaan karena tersedia cukup makanan buat kita semua. Sumber daya alami akhirnya memiliki kesempatan yang memadai untuk memperbaharui dan memberlangsungkan dirinya sendiri. Kita tidak perlu membuka lahan baru untuk membangun rumah karena yang ada sudah lebih dari cukup. Tiada alasan berperang demi memperebutkan sumber daya. Kesempatan yang tersisa akan kita manfaatkan sebaik mungkin untuk merawat keindahan dan keharmonisan isi dunia karena kita sudah sampai pada titik jenuh menyaksikan dan mengalami kehancuran yang penuh kesia-siaan. Dan manusia yang terakhir akan menyambut kematiannya dengan perasaan bangga, damai dan penuh karena menyaksikan planet ini akhirnya kembali lagi kepada kesempurnaannya seperti layaknya taman Firdaus.      

Kemusnahan manusia adalah pasti, cepat ataupun lambat. Alangkah jauh lebih baik jika kita memilih punah lebih cepat, dengan demikian isi bumi lainnya bisa selamat. Gagasan Knight yang intinya adalah menghentikan prokreasi manusia sama sekali, ramai mengundang komentar baik pro maupun kontra. Banyak orang yang pesimis, bahkan menganggap bahwa Les Knight absurd. Les Knight sendiri mengakui bahwa gerakan yang digagasnya akan sulit menemui keberhasilan, tapi dia tetap memegang teguh pemikiran bahwa usaha mengurangi populasi manusia adalah satu-satunya pilihan moral yang ada.  

Alan Weisman, penulis The World Without Us, berpandangan bahwa jika besok semua perempuan di atas bumi ini sepakat untuk melahirkan satu anak saja, maka bumi dan umat manusia bisa diselamatkan. Pandangan Alan sejalan dengan mandat banyak negara tentang kendali laju populasi, yaitu menekan tingkat reproduksi sampai jumlah tertentu. Yang juga mirip adalah Negative Population Growth (NPG) atau Pertumbuhan Negatif Populasi, yang anggotanya mencapai 25.000 orang lebih, yang berargumen bahwa tingkat kesuburan harus dikurangi sampai angka 1,5 kelahiran per perempuan. NPG menyatakan bahwa sesungguhnya populasi optimal manusia di planet bumi untuk bisa hidup dengan kualitas yang baik bagi manusia dan bumi itu sendiri adalah adalah 2-3 milyar saja.

Salah satu gerakan yang ekstrim adalah yang diprakarsai oleh Chris Korda di Boston: Church of Euthanasia dengan empat pilarnya suicide, abortion, cannibalism, sodomy. Doktrinnya tentang kanibalisme hanya untuk mereka yang ngotot makan daging dan hanya daging manusia yang sudah mati, bukan karena dibunuh. Sedangkan sodomi yang dimaksud adalah bentuk-bentuk aktivitas seksual yang diniatkan untuk tidak menghasilkan keturunan seperti  fellatio, cunnilingus, dan seks anal. Lembaga pendidikan non-profit ini didedikasikan untuk mengembalikan keseimbangan antara manusia dan spesies lainnya di bumi. Situs mereka bahkan menyediakan ruang untuk berkonsultasi bagi mereka yang serius dengan niat bunuh diri. Doktrinnya menegaskan bahwa gerakan reduksi populasi mereka adakah bersifat sukarela sehingga tidak mengijinkan pembunuhan atau sterilisasi paksa. Gerakan ini berkonflik dengan aktivis Kristen yang pro-kehidupan dan dikutuk oleh banyak lembaga.

Perkumpulan lainnya lagi bernama No Kidding! adalah sebuah perkumpulan internasional nirlaba bagi orang dewasa, baik yang sudah berpasangan maupun lajang, yang tidak pernah punya anak, apa pun alasan yang melatarbelakanginya. Dimulai di Vancouver, Kanada pada tahun 1984 oleh Jerry Steinberg lalu berkembang ke perkumpulan cabang lain di Kanada, Selandia Baru, Amerika dan negara-negara lain. Maksud diadakannya perkumpulan ini adalah memberi kesempatan pada orang-orang dewasa yang tidak punya anak untuk berbagi minat bersama dan berteman dengan orang-orang baru yang juga tidak punya anak. Siapapun yang belum pernah menjadi orang tua, apa pun alasannya, dari latar belakang agama, suku, kelompok manapun, dibolehkan bergabung, untuk mengikuti dan mengorganisir beragam kegiatan seperti naik gunung, pesta-pesta, makan-makan di restauran, konser musik, dll. Semua kegiatan itu bebas anak dan mereka mengadakan pertemuan gabungan tiap tahunnya. No Kidding! menyediakan kesempatan bagi mereka yang berminat secara sukarela memulai kelompok-kelompok baru di kota-kota dan negara-negara lain. 


*******************


Sekali lagi, jika kita diajukan pertanyaan: apa pilihan yang kita akan ambil?, apakah jawaban kita? Adalah kepercayaan yang brutal dan membabi-buta jika kita tetap teguh tidak mau berubah dan tetap berpandangan bahwa gaya hidup dan pilihan-pilihan konvensional yang ada sekarang ini harus tetap menjamin keberlangsungan umat manusia dan seisi planet bumi. Pada satu titik nanti, kita akan dipaksa untuk membuat pilihan yang berbeda dari yang sudah ada. Dan ketika hari itu tiba, di hari itu, berdoalah agar kita tidak harus sampai saling membunuh dan memangsa. 


Sej-Plbg, 26 Januari, 2013.



Sumber:
The Day, Guy A. Danella Production, 2011.
Weisman, Alan. The World Without Us. New York: St. Martin’s Press, 2007.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar