MENGANTAR DI PINTU RUANG BERCERMIN

Berbagi Cermin Hidup...

Adalah niatanku (dan mereka yang turut berkisah) untuk saling berbagi proses dan hasil perenungan hidup kami. Aku masih seorang pemula, dan pasti juga bukan perintis. Kita teruskan saja apa yang pernah dan masih menjadi baik.
Jika kau bisa menemukan cerminmu di kisah-kisah yang kuceritakan, aku ikut merasa senang. Jika tidak, berbagilah dengan orang-orang lain, karena mungkin seseorang yang lain bisa menemukan cerminnya di situ.
Mari berbagi cermin hidup.

Kamis, 31 Januari 2013

SERIAL 7M+ (3): THE WORLD WITHOUT US




“Apa yang akan terjadi kalau manusia tidak ada di mana pun?” tanya Josie Glausiusz, editor majalah Discover pada Alan Weisman di tahun 2004, setelah Josie membaca kembali tulisan Alan di tahun 1994 untuk majalah Harper tentang kondisi Chernobyl 8 tahun setelah ditinggalkan manusia karena kebocoran sebuah reaktor nuklir.
Tergugah oleh pertanyaan itu, Alan mulai menulis novel The World Without Us yang dipublikasikan tahun 2007. Intinya adalah bagaimana alam bereaksi dalam ketiadaan manusia dan warisan apa saja yang ditinggalkan oleh manusia.

Kesungguhan Alan menggarap buku ini memulai lagi penjelajahannya ke berbagai lokasi di bumi, seperti jalur bawah tanah di New York, tanah tak bertuan di perbatasan Korea Utara-Selatan, kota tak berpenghuni di Siprus, Istanbul-Turki, kota bawah tanah di Cappadocia, hutan purba di Polandia, Terusan Panama, Inggris, Kenya, kompleks kilang minyak di Texas, koral Kingman di kepulauan Hawai, dll. Dia juga mewawancarai banyak sekali akademisi, peneliti dan pihak-pihak berwenang lainnya (walaupun tidak ada yang perempuan). Referensi bacaannya sendiri sebagai bahan riset mencapai 23 halaman di bagian belakang novelnya. Sebegitu seriusnya...

Hasilnya adalah: novel setebal 336 halaman, best-seller di Kanada dan beberapa domain penjualan buku, top-ten di mana-mana, penghargaan-penghargaan, dilamar oleh 20th Century Fox untuk dibuat film, pembicaraan di banyak TV, radio dan seminar, dan ribuan komentar dari banyak pihak. Walau sudah ada buku-buku lain sebelumnya yang juga membahas kehidupan di planet bumi pasca manusia, Alan menambah lebih kental muatan ekologis ke dalam bukunya sendiri. Nampaknya buku ini belum diterjemahkan ke bahasa Indonesia. Sayang sekali. Padahal wilayah Indonesia sempat disinggung beberapa kali di dalamnya. Tapi barusan kudengar kabar dari teman bahwa ada versi bahasa Indonesia juga. Selamat berburu buku!

Seorang kritikus menyatakan bahwa buku ini menyentak kita dari tarian pasif dengan sang maut agar menemukan cara-cara untuk bertahan hidup. Kritik lain menambahkan bahwa pembahasan buku ini relevan dengan konteks pasivitas warga dunia terhadap penipisan persediaan sumber daya dikombinasikan dengan kesombongan antropomorfis yang sia-sia. Kritik lainnya menuduh Alan lebih peduli pada alam daripada manusia dan berlagak sebagai aktivis hijau yang ekstrim dan salah arah. Ribuan masyarakat awam menulis resensi dan komentar mereka di situs GoodReads.

Seorang teman yang berkebangsaan Amerika menyarankan aku membaca buku ini. Dia sendiri sudah membacanya lebih dari sekali, juga sudah membelinya berkali-kali untuk dia berikan ke beberapa temannya. Saat aku membaca buku ini, aku seringkali hanya bisa melongo dan menganga. Sebagian besar penjelasan di dalamnya, seperti misalnya tentang produksi dan sampah plastik, walaupun sudah beberapa kali aku pernah membaca tentang plastik di berbagai referensi lain sebelumnya, aku temukan paparan Alan lebih dahsyat dan menohok, meruntuhkan dengan telak egoku sebagai manusia. Padahal bahasanya scientific, berdasar fakta, dengan gaya pelaporan jurnalis. Berbagai ulasan sejarahnya yang sangat informatif membuat aku menertawakan pengetahuanku sendiri yang begitu minim. Deskripsi lansekap-geografis Alan begitu menyedot perhatian bagai magnet. Pemikiran-pemikiran hipotetisnya tentang masa depan tanpa manusia begitu imajinatif. Aku belajar banyak. Buanyakh!!!...

Memang pada dasarnya aku tidak begitu tertarik pada hasil bangun rekonstruksi bikinan manusia. Tapi penjabaran Alan mengenai berbagai kota dan hasil kebudayaan manusia seperti jembatan, bendungan dan terusan Panama sampai cara penanganan mayat manusia yang ekologis maupun yang egois cukup menarik hatiku dan memberikan santapan ilmu pengetahuan yang berlimpah. Yang paling memukau bagiku adalah di antaranya tentang alam Afrika, kehidupan laut, koral dan pulau karang, pra-sejarah purba sejak manusia belum ada sampai manusia mulai muncul. Yang bikin aku paling gerah adalah pembahasannya tentang genosida beragam satwa, produk plastik, pabrik-pabrik nuklir dan minyak, pupuk dan zat kimia pengendali hama.

Terus terang, baca buku ini bikin aku pegel hati. Iyah, perasaanku pegel-pegel dibanting ke sana-sini oleh fakta-faktanya tentang perilaku dan teknologi buatan manusia yang demikian massif daya hancurnya. Pembaca juga diajak untuk berpikir tidak hanya serentang waktu biologis, tapi juga waktu geologis. Itu loh, yang sampai ribuan dan jutaan tahun. Capek kan bayanginnya? Yang paham bahasa Inggris, baca sendiri aja deh. Beli bukunya kalau mampu. Atau bisa cari di internet seperti yang kulakukan. Yang tidak paham bahasa Inggris, kalau boleh, aku ringkas-ulas berikut ini beberapa bagiannya.


*****************

Kalau tiba-tiba saja besok seluruh manusia di bumi ini menghilang, apa yang akan terjadi? Apakah kita akan dirindukan? (bling, bling, kedip-kedip mata berharap...) Heheh, gak usah sok romantis, ah. Nyamuk saja akan belajar untuk hidup dari darah binatang dan nektar tumbuhan, berdiam dan berkembang biak di sampah roda-roda kendaraan peninggalan kita. Mereka jaya karena tidak lagi dikejar-kejar manusia. Kalau kecoak, iya. Karena kecoak sudah sangat terbiasa hidup dari sampah dan kotoran manusia. Tanpa suhu hangat ruangan yang selama ini kita pertahankan, kecoak akan musnah. Yang juga segera hilang begitu manusia tidak ada adalah beberapa spesies kutu, parasit dan bakteri yang memang khusus hanya hidup di tubuh manusia dan tergantung pada kita dan tidak di tempat-tempat lain. Yaah, gak jadi sombong, deh.  

“Kalau manusia tidak ada, paling sedikit sepertiga burung di dunia tidak tahu-menahu,” kata seorang ahli ornitologis. Yang dimaksud adalah burung-burung yang tidak pernah keluar dari pedalaman hutan Amazon atau yang di hutan-hutan terjauh di Australi atau di lereng-lereng yang tertutup kabut-awan di Indonesia. Binatang lain yang selama ini diburu dan hidupnya terancam oleh keberadaan manusia mungkin akan merayakan kepergian kita. Yang selama ini tergantung dari makanan yang kita berikan mungkin akan kehilangan rutinitas pemberian makan itu. Bila mereka tidak bisa bersaing dengan hewan-hewan liar lainnya, mereka akan segera punah, entah karena disantap binatang liar lain atau mati kelaparan karena kalah bersaing atau keburu mati terperangkap dalam kandang-kandang. Anjing lebih cepat punah daripada kucing karena kebanyakan kucing rumah tidak kehilangan insting berburunya. Tetumbuhan yang kita tanam dan pelihara pun juga akan dikalahkan oleh tumbuhan liar yang lebih kuat dan agresif. Sebagaimana yang telah digariskan oleh hukum rimba.

Rumah-rumah kita akan memulai kerusakannya sampai runtuh ke tanah. Air adalah kekuatan alam yang mengherankan. Dia meresap ke atap, tembok, lantai dan perabotan. Dengan bantuan udara, tumbuhan liar dan satwa, dalam waktu 500 tahun, lingkungan perumahan akan hilang, meninggalkan sisa-sisa potongan aluminium bak pencuci piring, perabotan baja anti-karat dan pegangan dari plastik di tengah-tengah lebatnya pepohonan yang sudah menjadi hutan. Namun, di kota yang kosong ditinggalkan mendadak karena perang seperti kota Varosha di Siprus, kepulauan Mediterania, hanya dalam dua dekade alam sudah memperlihatkan dengan jelas hasil proyek reklamasinya. Karena manusia menjadi makin ekonomis, banyak bangunannya dibuat dari bahan-bahan dan cara yang sebenarnya akan jauh lebih mudah dihancurkan oleh alam. Tidak seperti rancang bangun jaman dulu yang memakai batu granit. Semakin padat kota dan semrawut arsitektur serta rancang tata ruangnya, semakin cepat rata dengan tanah.

Struktur parit dan pipa air bawah tanah, begitu tidak ada manusia yang mengendalikan lagi, akan membanjiri jalan-jalan dan seluruh kota dalam hitungan jam, maksimal beberapa hari. Air berasal dari bawah tanah maupun dari air hujan yang tercurah dari langit. Sampah akan menyumbat jalan air, mempercepat naiknya genangan air. Dalam sebulan, aspal dan semen di jalanan akan mulai retak. Hahaha, jadi terbayang kota Jakarta yang di musim hujan mudah sekali banjir. Apalagi kalau sudah tidak ada manusia. Kalau pemanasan global membuat permukaan laut naik, banjir di kota-kota tidak akan kunjung surut. Alam akan mulai mengambil alih dan mempercepat kehancuran bangunan. Setelah dua ratus tahun, hutan mulai terbentuk lagi. Tapi jangan kira peninggalan kita tamat riwayatnya sampai di situ.

Logam-logam dan racun industri lainnya yang memiliki berat molekul yang tinggi, atau dengan nama lain logam berat, seperti misalnya timah, merkuri, cadmium dan bahan kimia tertentu yang dipakai dalam kerja dry-clean, reaksi karatnya yang bersifat polutan adalah bom waktu. Bila air menyapu endapan polusi tersebut, akan berakumulasi di danau, sungai dan paling banyak laut, meracuni kehidupan di tempat-tempat itu. Mungkin ratusan tahun berikutnya tumbuhan dan beberapa jenis mikroba akan berevolusi untuk mencerna limbah-limbah tersebut sehingga kekuatan polutannya jadi lebih jinak.  

Pengetahuanku tentang alam Afrika dan sejarah bumi baru ketahuan tidak ada apa-apanya ketika membaca buku ini. Danau Tanganyika di Afrika Timur yang berusia 10 juta tahun adalah danau terpanjang dan terdalam di dunia dan kedua tertua setelah Danau Siberia. Danau ini menampung 20% persediaan air tawar dunia dan begitu banyak spesies endemik ikan. Di luarnya, ke arah barat, adalah habitat simpanse. Ke arah berlawanan, adalah area para petani yang punya bedil dan gemas dengan pencurian buah kelapa sawit oleh simpanse. Kelapa sawit adalah tumbuhan yang terkenal oportunis dan rakus air. Manusia adalah ancaman untuk keberlangsungan spesies simpanse. Dari semua makhluk, selain bonobo, simpanse memiliki kemiripan genetik paling dekat dengan manusia dan merupakan mamalia paling cerdas di darat. Siapa tahu, jika manusia tidak ada lagi di muka bumi ini, simpanse yang punya nenek moyang yang sama dengan manusia ini akan berevolusi menjadi spesies manusia berikutnya. Hihihihi.....  

Balik ke masa lalu dalam hitungan waktu geologis. Manusia adalah pelaku punahnya tiga perempat megafauna Amerika era Pleistocene akhir, kumpulan jenis yang jauh lebih kaya dibanding keragaman satwa Afrika jaman kini. Dengan perginya manusia, banyak spesies satwa akan berevolusi dan menjadi megafauna lagi, seperti dulu di jaman Pleistocene ketika manusia belum ada. Mungkin kukang akan kembali jadi sebesar gajah jaman modern bahkan lebih tinggi dari mammoth. Beruang akan akan kembali ke ukurannya terdahulu yaitu dua kali ukuran beruang grizzly, seperti dulu beruang muka pendek, dan berang-berang ke seukuran beruang hitam masa kini.

Benua Afrika, di antara benua-benua lain, akan paling cepat memulihkan keragaman hayatinya. Kenapa? Konon, Homo sapiens, dulunya hanya ada dan berawal di benua Afrika. Lalu Homo sapiens mulai berkelana lewat jalan darat, waktu penghubung benua Afrika ke benua lainnya belum terendam air, atau lewat air ke benua-benua lain yang jauh dipisah oleh lautan. Ke mana pun Homo sapiens berkelana menjadi pendatang, kepunahan macam-macam spesies tumbuhan dan hewan mulai terjadi dan terpacu. Ajaibnya, di Afrika sendiri, kepunahan tersebut terbilang jauh lebih sedikit jika dibanding di benua-benua lain yang dirambah manusia. Menurut para ahli, hal itu disebabkan tumbuhan dan hewan di situ berevolusi bersama manusia. Mereka sempat belajar bagaimana beradaptasi atau berevolusi dengan keberadaan manusia, melindungi diri mereka sendiri dari manusia. Afrika adalah bank warisan genetik kehidupan kita yang paling komplit di dunia. Inilah Paradoks Afrika.

Sedangkan, ketika manusia masuk ke benua-benua lain, spesies-spesies di situ masih polos, tidak mengira bahwa makhluk yang berjalan di atas dua kaki ini berbahaya. Hewan-hewan waktu itu masih berukuran tubuh besar jauh lebih mudah diburu. Makin besar ukuran tubuh buruan, makin banyak daging yang bisa dimakan dan makin mendongkrak prestasi si pemburu. Kukang segede gajah dengan gerakannya yang lambat dan masih hidup di tanah, menjadi target mudah manusia. Sekarang, kukang memilih beradaptasi dengan tubuh jauh lebih kecil dan hidup diam-diam di pohon. Burung dodo sudah total punah dibunuh manusia sampai dodo terakhir hanya dalam waktu kurang dari satu abad setelah perjumpaannya dengan manusia. Sebelas spesies Moa, burung darat terbesar yang tidak bisa terbang di Selandia Baru, habis sudah dalam waktu dua abad kedatangan manusia di Selandia Baru. Moa bisa mencapai tinggi 10 kaki dengan berat dua kali burung unta Afrika. Setidaknya keseluruhan 70 genera mamalia besar di seluruh Dunia Baru musnah dalam waktu 1.000 tahun saja. Ck, ck, ck.... Huebaaat.   

Kenya, yang telah mengalahkan Israel sebagai pemasok bunga potong jenis mawar dan anyelir terbesar di dunia, mengambil suplai air dari sungai-sungai yang asalnya dari dalam taman nasional Aberdares. Kebutuhan air untuk pasokan bunga ini setara dengan kebutuhan air untuk 20.000 orang yang haus. Di musim kemarau, pasokan air diambil dari danau Naivasha dekat Aberdares, yang merupakan tempat berlindung kuda nil dan burung perairan tawar. Ketika air dari danau ini disedot, bersamaan dengannya tersedot pula seluruh generasi telur ikan yang terbawa sampai ke kota-kota pecinta wewangian seperti Paris dan mungkin juga rumah-rumah para pecinta bunga potong. Fosfat dan nitrat, buangan dari pabrik bunga potong ini, mencemari danau Naivasha, membuat subur sejenis bakung air di seluruh permukaannya yang rakus menyerap oksigen sehingga mencekik dan mematikan kehidupan spesies lain di danau tersebut. Mayat kuda nil yang dipelajari sampelnya ternyata mengandung pestisida DDT sebanyak 40 kali lebih beracun dari standar normal. Jauh setelah manusia tidak ada lagi di muka bumi ini, DDT, yang berisi molekul Dieldrin buatan pabrik yang bersifat sangat stabil, masih akan terus berkeliaran.   

Ayo bicara soal plastik, penemuan manusia kira-kira 50 tahun yang lalu. Materi mentah plastik produksi pabrik yang disebut nurdle, yang dilelehkan untuk membuat segala jenis produksi plastik, buangannya sudah tersebar di hampir seluruh pantai. Hari ini, jika kita meraup segenggam pasir pantai, sekitar 20%-nya berisi nurdle. Arus laut dan ombak yang mampu menggerus bebatuan menjadi pasir, menggerus pula plastik menjadi begitu kecilnya sehingga dimakan oleh banyak hewan laut yang keliru mengira butiran atau tepung plastik itu sebagai telur ikan atau kril mengakibatkan konstipasi yang mematikan. Sejenis burung laut yang mayatnya tersapu sampai garis pantai Laut Utara (North Sea) mengungkapkan bahwa 95% mayat burung-burung itu isi perutnya masing-masing berisi rata-rata 44 potong plastik, atau kalau di tubuh manusia proporsinya adalah 5 pound atau 2,27 kg.

Walau remuk menjadi butiran, plastik tetap plastik. Plastik tidak bersifat bio-degradable. Meskipun beberapa kantong plastik diiklankan akan terurai dalam tumpukan sampah kompos yang bersuhu tinggi, hal ini tidak terjadi di laut yang notabene bersuhu dingin. Temuan partikel plastik yang terbuang ke alam di tahun 1990-an meningkat menjadi tiga kali lipat dibanding temuan di tahun 1960-an. Dan percayakah kau, bahwa exfoliant, butir halus yang terkandung dalam cairan pencuci tangan, sabun pencuci muka dan krim untuk mandi, ternyata kebanyakan adalah butir plastik? Hanya beberapa merk produk yang benar-benar memakai biji anggur, biji aprikot, atau produk alami lainnya. Sederhananya: mereka menjual plastik yang akan langsung menuju saluran pembuangan, parit, sungai, lalu terjun bebas ke laut, terus dimakan oleh makhluk kecil laut. Periksa lagi isi kamar mandimu.    

Adalah seorang kapten kapal dari California bernama Charles Moore. Pada tahun 1997 selepas dari perairan Honolulu dia tidak sengaja menemukan Daratan Sampah Pasifik Besar (Great Pacific Garbage Patch) terapung di Lautan Pasifik seukuran Texas. Isinya: 90%-nya adalah segala macam sampah plastik. Sejak saat itu, Kapten Charles Moore giat meneliti soal sampah plastik. Dia mengemukakan fakta bahwa seluruh sampah plastik yang ada di laut, 80%-nya adalah buangan dari darat dan sisanya di antaranya dicampakkan langsung ke laut dari kapal-kapal. Di tahun 2005 Daratan Sampah Pasifik Besar sudah berkembang nyaris seukuran Afrika.

Apakah plastik pada akhirnya akan terurai? Belum ada yang tahu pasti, karena umur produk plastik baru setengah abad dan sejauh ini belum ada yang terurai. Pada saat terurai nanti, apakah akan mengeluarkan zat kimia berbahaya? Belum ada yang tahu juga. Plastik bisa terapung, atau melayang di dalam air atau mengendap di dasar laut. Butir-butir plastik terbawa arus global dari daerah hangat ke daerah dingin, di Arktik dan Antartika. Seorang ilmuwan Jepang melaporkan bahwa di laut, nurdle dan potongan plastik lainnya bekerja sebagai magnet dan spons untuk racun yang agresif dan tangguh seperti DDT & PCB. PCB inilah yang kemudian membawa peningkatan malapetaka hormonal bagi ikan-ikan dan beruang kutub yang menjadi hermaprodit. Produksi plastik dunia setengah abad ini sudah melampaui 1 milyar ton, menyumbang lebih banyak lagi kekacauan di alam. Seorang ilmuwan lain yang optimis mengatakan, “Beri waktu 100.000 tahun,” katanya, maka alam akan mulai bekerja mengolah dan mengurai plastik.

Kingman Reef, atau Karang Kingman, yang terletak 15 meter di bawah permukaan laut Pasifik, adalah salah satu tempat yang paling sulit dicapai di bumi. Kingman dipercaya sebagai karang yang paling tak tersentuh manusia, yang cocok untuk dijadikan lokasi penelitian sebagai basis pengukuran gambaran karang paling sehat mendekati sempurna di dunia dari sejak manusia belum muncul di bumi ini hingga sekarang. Jika kau membayangkan bahwa kehidupan karang yang sehat adalah seperti akuarium-akuarium raksasa ciptaan manusia, maka imajinasimu jinak sekali.

Hiu, snapper (sejenis ikan karnivor besar yang garang), belut sepanjang lima kaki dan barakuda juga sepanjang lima kaki (sekitar 1,5 meter) yang berenang berkelompok, adalah yang segera paling banyak terlihat. Kapal yang dipakai merangkap ruang kerja oleh para peneliti itu sampai bergoyang-goyang karena buih air yang diciptakan oleh kawanan hiu. Segera ditemukan bahwa 85% berat kehidupan satwa di Kingman ditempati oleh hiu, snapper, dan ikan-ikan karnivor besar lainnya. Namun, para peneliti tamu yang ingin tahu itu lebih jauh menemukan bahwa spesies Kingman ternyata begitu kaya ragamnya dengan ikan-ikan berukuran lebih kecil lainnya. Tanpa kehadiran manusia, penghuni Kingman mengatur sendiri cara hidup mereka.  

Kepercayaan para peneliti bahwa Kingman belum tersentuh manusia ternyata keliru. Dua hari sebelum mereka mengakhiri penelitian di situ, mereka pergi ke sebuah pulau kecil di ujung Kingman. Apa yang mereka temukan begitu mengejutkan. Sampah plastik. Dari ujung ke ujung pulau penuh dengan serakan sampah plastik. Besoknya, mereka kembali dan mengumpulkan sampah tersebut ke lusinan kantong sampah. Mereka tidak bermimpi bahwa tindakan mereka akan mengembalikan kemurnian Kingman. Mereka tahu bahwa arus dari Asia akan membawa lebih banyak lagi plastik ke situ. Bahkan sekarang pun mereka menyadari bahwa manusia telah mengintervensi populasi hiu di Kingman. Bahwa hiu-hiu yang mereka lihat di situ adalah hiu yang berumur masih remaja. Dalam dua puluh tahun terakhir, para pemburu sirip hiu pasti sudah ke situ. Walaupun yang diambil hanya sirip, kemudian hiu dilempar kembali hidup-hidup ke laut, hiu yang telah kehilangan kemudi alaminya itu tenggelam ke dasar laut dan mati tercekik. Walaupun telah dilancarkan kampanye untuk melarang kelezatan semacam ini, sirip hiu tetap saja diburu. Dalam setahun, diperkirakan manusia mengambil hidup 100 juta hiu, sementara hiu mungkin hanya menyerang 15 manusia. Sungguh pertarungan yang tak seimbang.

Seorang ahli biologis konservasi kelautan yang pernah meneliti di pulau karang Palmyra mengungkapkan pandangannya. Bahkan jika pemanasan global memutihkan karang di Kingman dan Great Barrier Reef di Australi, mereka pada akhirnya akan kembali pulih. Karang-karang di dunia ini telah dihantam berkali-kali oleh beberapa jaman es, dan mereka selalu bangkit kembali. Umur manusia di atas bumi ini hanya 7.000 tahun. Jika tiba-tiba manusia tidak ada lagi di muka bumi, dalam 200 tahun kehidupan laut dan karang akan mulai pulih dan menyebar. Jika manusia kembali lagi 500 tahun kemudian dan loncat ke laut, mereka akan ketakutan setengah mati karena akan ada banyak sekali mulut yang menunggu. Alam punya kekuatan yang luar biasa untuk bertahan pada apa pun.   

Sekarang, kita bicara soal pupuk dan pengendali hama, bagian dari yang kita konsumsi sehari-hari. John Bennet Lawes adalah pelopornya, dengan mendirikan Rothamsted Research di tahun 1843 yang terkenal sebagai pangkalan agrikultur tertua di dunia sekaligus situs penelitian lapangan berkelanjutan terlama di dunia. Gudang datanya berisi ribuan botol yang di dalamnya ditaruh berbagai sampel tanah percobaannya selama sepanjang 160 tahun. Sebagian percobaannya adalah bagaimana tanah pertanian bisa menghasilkan panen terbanyak dan dengan kualitas yang diinginkan, dengan penemuan pupuk kimia dan zat kimia pengendali hama. Penelitiannya menjadi penting ketika sejak abad ke-19 masyarakat dunia berkembang laju sebagai masyarakat industri perkotaan dengan jumlah populasi yang terus menanjak, diikuti oleh kebutuhan pangannya. Pertanian organik tidak dapat mencukupi kebutuhan dunia. Para petani tidak lagi punya kemewahan berupa waktu dan pupuk kandang yang membutuhkan banyak ternak. Apalagi kemudian ditemukan juga cara memodifikasi secara genetis tanaman pertanian yang sudah dirancang untuk tergantung pada pupuk kimia dan pengendali hama kimiawi produksi pabrik. Revolusi hijau adalah jawabannya.    

Zat kimia pengendali hama keluaran Rothamsted memakai PAH & dioxin yang ternyata kemudian terbukti berdampak fatal pada sistem saraf dan organ-organ tubuh lain. Di abad ke-20 PAH ditemukan melayang di awan sebagai buangan kendaraan bermotor dan pabrik-pabrik berbahan bakar batu bara, juga ada di dalam bau tajam aspal segar. Dioxin punya dampak mengganggu endokrin perubah jenis kelamin yang sempat juga dipakai sebagai senjata kimia bernama Agent Orange yang disebar oleh Amerika pada tahun 1964-1971 ke hutan-hutan di Vietnam untuk mengepung musuh. Empat puluh tahun setelahnya, hutan-hutan itu masih belum pulih kembali.

Berbagai jenis logam berat yang semakin banyak dikandung atau sebagai buangan di praktek agrikultur modern baik untuk tanaman pertanian maupun hewan ternak adalah timah, cadmium, tembaga, merkuri, nikel, kobalt, vanadium, arsenik, dan yang lebih ringan, seng dan aluminium. Daya tahan mereka di alam beragam mulai dari 3.700 tahun untuk seng (setara dengan rentang sejak jaman Perunggu hingga jaman sekarang), cadmium 7.500 tahun, timah 35.000 tahun (setara dengan beberapa jaman es), dan yang paling keras kepala: kromium, 70.000 tahun. Timah saja punya efek pada sistem saraf, perkembangan belajar, pendengaran, fungsi umum otak dan penyebab penyakit ginjal serta kanker. Paling beracun adalah merkuri yang ternyata oleh beberapa produk pertanian yang dimodifikasi secara genetis dapat diserap dan dilepaskan lagi ke lingkungan. Jika ada yang masih ingat tentang tragedi Minamata di Jepang adalah tentang betapa jahatnya merkuri itu. Setelah manusia tidak ada lagi, dampak dari semua pupuk kimia sejak diciptakan dan dijajakan oleh John Lawes adalah 3.700 sampai 70.000 tahun.

Satu jenis hewan yang kelihatannya remeh oleh sebagian orang, sehingga manusia terus membunuhnya baik sadar maupun tidak sampai jumlah yang tidak bisa dipercaya, adalah burung. Musuh-musuh besar burung yang diciptakan oleh manusia atau dekat dengan manusia adalah: bedil, menara pemancar, kabel listrik/telpon, jendela dan kucing peliharaan.

North American passenger pigeon, atau arti harafiahnya merpati penumpang Amerika Utara, konon sempat diperkirakan sebagai burung yang jumlahnya paling banyak di bumi karena memang tak terhitung. Langit bisa dibuat gelap saat mereka terbang berkelompok dalam jumlah milyaran di atas sana, membentuk bayangan bermil-mil jauhnya. Ketika hutan ditebang menjadi lahan-lahan pertanian sejak tahun 1850, memburu mereka jadi semakin mudah saja, karena mereka hinggap berkelompok dalam jumlah besar di pohon-pohon yang masih tertinggal. Kabarnya, dagingnya enak dimakan. Ketika ketahuan bahwa jumlah mereka yang tak terkira itu merosot drastis, suatu jenis kegilaan mendorong para pemburu untuk malahan semakin bergegas membantai mereka, mumpung mereka masih ada, katanya. Tahun 1900 perburuan selesai. Tinggal sisa-sisa yang masih dikandangkan di kebun binatang Cincinatti. Pada saat pengurus kebun binatang menyadari bahwa merpati yang mereka punya sudah jadi hewan langka, terlambat sudah. Merpati terakhir mati di depan mata mereka tahun 1914. Sinting... Aku sampai mengurut keningku sendiri karena merasa pusing membacanya.   

Burung-burung yang terbang bermigrasi telah berevolusi untuk terbang menuju cahaya dalam cuaca buruk. Dulu, burung memakai sinar bulan. Ketika listrik ditemukan oleh manusia, lampu menara pemancar menipu pandangan mereka. Medan transmiter elektromagnetik yang dipancarkan oleh menara-menara ini juga mengacaukan pemandu magnetik alami yang dimiliki oleh banyak burung, sehingga burung-burung jadi terbang berputar-putar dan tersangkut di bubutan kabelnya. Laporan tentang burung mati teronggok di sekitar basis menara TV mulai menarik perhatian para ornitologis di tahun 1950-an. Di tahun 1980 diperkirakan ada 2.500 kematian per menara per tahunnya. Tahun 2000, dengan semakin banyaknya menara menjulang tinggi menjadi 77.000 menara, U.S. Fish & Wildlife Service mengestimasi 200 juta kematian burung tiap tahun, di Amerika saja. Di tahun 2005, ditambah dengan 175.000 menara pemancar untuk telepon genggam, kematian burung diperkirakan bertambah lagi menjadi setengah milyar per tahun. 

Pembabatan hutan membuat burung-burung belajar untuk hinggap di kabel-kabel listrik atau telpon. Sejauh mereka tidak menutup sirkuit listrik dengan menyentuh jalur kabel lainnya atau dengan tanah, mereka tidak tersetrum. Jadi, masih relatif aman untuk burung-burung kecil. Namun tidak demikian halnya untuk burung-burung besar seperti elang, rajawali, bangau dan flamingo yang rentang sayapnya bisa menghubungkan dua jalur kabel sekaligus. Mati terpanggang oleh listrik. 

Di Amerika Utara dan Eropa, populasi beberapa spesies burung bernyanyi hilang dua- pertiganya sejak tahun 1975. Beberapa penelitian terpisah mengungkapkan data bahwa diperkirakan 60-80 juta burung mati terpanggang di radiator atau terhempas di jendela kendaraan yang melaju kencang di jalan raya. Di tahun 1990 dikeluarkan temuan bahwa jendela-jendela kaca di bangunan tiap tahunnya sukses menewaskan 100 juta burung dalam keadaan patah leher, karena burung tidak mengenal kaca sebagai penghalang. Sekarang diperkirakan sudah bertambah paling sedikit 10 kali lipatnya menjadi 1 milyar, sekali lagi, itu perhitungan untuk di Amerika saja.

Kucing, walau diberi makan secara teratur, masih terus berburu. Dari tahun 1970-1990, kucing-kucing di Amerika jumlahnya bertambah dari 30 juta menjadi 60 juta ekor. Berbagai penelitian menghitung bahwa tiap kucing di perkotaan rata-rata membunuh 28 burung per tahun. Kucing di lahan pertanian bahkan lebih lihai berburu. Di pedalaman Wisconsin, kucing-kucing yang dibiarkan berkeliaran bebas bisa membunuh keseluruhannya 219 juta burung/tahun. Bayangkan hitungannya jika itu kucing satu negara, bisa mencapai milyaran. Jika tiba-tiba manusia menghilang dari muka bumi, maka burung akan menjadi salah satu hewan yang paling terberkati.  

Di tahun 1938, fisikawan Enrico Fermi dihibahkan hadiah Nobel untuk karyanya di bidang neutron dan inti atom. Percobaan Enrico lebih jauh kemudian berhasil menciptakan bom atom yang lalu dipakai oleh Amerika untuk meluluh-lantakkan dua kota di Jepang: Hirosima dan Nagasaki.

Teknologi semakin berkembang. Hingga saat ini, ada 30.000 hulu ledak nuklir yang masih utuh dan sejumlah 441 pabrik nuklir di seluruh dunia. Waste Isolation Pilot Plant (WIPP) adalah tempat untuk menyimpan buangan luruhan senjata nuklir dan riset pertahanan yang mampu menyimpan buangan 6,2 juta kubik kaki, atau sekitar 156.000 drum galon kapasitas 55. Seluruh 441 pabrik nuklir dunia setiap tahunnya memproduksi hampir 13.000 ton sisa nuklir tingkat tinggi. Sejak sebuah WIPP beroperasi di tahun 1999, lima tahun kemudian sudah terisi lebih dari 20%. Anehnya, bahan bakar nuklir yang sudah terpakai kekuatan radioaktifnya malah meningkat satu juta kali dibanding ketika masih segar. Tersimpan dalam reaktor, mulai bermutasi menjadi elemen-elemen yang lebih berat dari uranium yang telah diperkaya, seperti isotop plutonium dan americium. Uranium sendiri saja sudah mampu menimbulkan dampak mutasi genetis pada makhluk hidup. Salah satu pengguna WIPP adalah fasilitas pertahanan di Rocky Flats yang detonator plutoniumnya untuk senjata atom pernah mengalami kebocoran di tahun 1989 hingga FBI menggerebek dan menutup tempat itu. Situs itu kemudian dijadikan hutan suaka nasional. Siapa pun dilarang mendekati tempat tersebut untuk jangka waktu 10.000 tahun kemudian.

Jika manusia tiba-tiba menghilang dari muka bumi, memang pabrik-pabrik nuklir tidak serta-merta meledak. Pertama kali yang terjadi, fungsi autopilot di 441 pabrik nuklir itu akan mengambil alih untuk sementara waktu, lalu satu-persatu akan menjadi terlalu panas. Setengahnya akan meledak, setengah lainnya meleleh. Meledak atau meleleh, radioaktif akan memenuhi udara, perairan terdekat, lalu akan bertahan dalam waktu geologis. Jutaan tahun. Bisa membayangkan jutaan tahun?   

Akhirnya, Alan Weisman hanya mengeluarkan 1 rekomendasi solusi di buku ini: setiap perempuan subur melahirkan hanya 1 anak saja. Jika saja hal ini bisa dimulai besok, populasi manusia sebanyak 6,5 milyar (ingat, buku ini dipublikasikan tahun 2007, sekarang populasi manusia sudah mendekati 7,1 milyar) akan berkurang 1 milyar di pertengahan abad ini. (Jika kita tetap meneruskan laju populasi seperti biasa, maka di pertengahan abad ini akan meningkat menjadi 9 milyar.) Pada tahun 2075 kita akan menyusut menjadi setengahnya yaitu 3,43 milyar. Dampaknya akan besar sekali karena apa yang kita lakukan akan diperkuat oleh reaksi berantai yang kita lepas ke ekosistem. Pada tahun 2100, kurang dari seabad dari sekarang, kita akan mencapai jumlah 1,6 milyar, yaitu kembali tingkat populasi di akhir abad ke-19. 

Argumen Alan untuk rekomendasi solusinya ini adalah: “Intinya, spesies apa pun yang melebihi basis sumber dayanya akan mengalami kecelakaan populasi. Membatasi reproduksi kita sudah pasti sulit sekali. Tapi membatasi insting konsumtif kita adalah lebih sulit lagi... Suatu hari nanti, mungkin, kita akan belajar mengendalikan nafsu kita, atau kecepatan kita melipatgandakan diri.” Mungkin... Yang jelas, prediksi Alan di (sebelum) tahun 2007 itu sejauh ini sudah meleset.


**************

Walau “ringkasan” yang kubuat ini mungkin nampaknya kepanjangan, tapi percayalah, ketika kau membaca langsung bukunya, ringkasan ini masih bukan apa-apa. Jadi, tetap kurekomendasikan untuk membaca bukunya. Buku ini menghantuiku selama berminggu-minggu dan merubah cara aku memandang ke sekitarku. Aku jadi lebih hati-hati dalam mengkonsumsi dan bertindak.

Seperti biasa, ketika populasi manusia disinggung sebagai penyebab utama bencana ekologis terbesar, banyak pihak tidak setuju. Alan menyambut ini dengan berkata dia tahu bahwa isu populasi manusia banyak diredam, didiamkan saja, tidak terang-terangan dibicarakan. Namun, menghilangkan faktor populasi manusia sama saja dengan mengeliminir faktor utama. Jadi, tetap ada yang harus berani membahasnya. Komunitas pembaca sendiri punya reaksi beragam terhadap ini. Ada yang terang-terangan setuju, ada yang bersikap lebih diplomatis, dan ada yang total skeptis. Seperti yang diibaratkan oleh seorang pembaca, ada sebagian orang yang mirip burung onta yang membenamkan kepalanya ke dalam pasir ketika ada bahaya. Konyolnya, kita banyak yang seperti itu, bukan? Memilih untuk tidak tahu dan berharap orang lain saja yang membereskannya untuk kita.

Jujur, aku malu pada umat manusia. Kadang-kadang, membaca buku Alan sempat membuat aku merasa lega dan senang saat disimpulkan oleh beberapa tokoh di dalamnya bahwa alam akan terus bertahan hidup dan jaya tanpa manusia. Tapi, bahwa beberapa peninggalan manusia juga sekaligus berdampak bencana ekologis yang dahsyat seperti plastik dan nuklir, hatiku jadi miris. Yang kita wariskan ke generasi-generasi berikutnya, selama kita masih ada ribuan tahun sampai jutaan tahun ke depan, adalah racun-racun dan begitu banyak kesia-siaan yang tak terkatakan. Kitalah bencana terbesar yang pernah ada di planet bumi semenjak kita ada.

Oke, aku akan berhenti di sini. Di bawah ini adalah kutipan dari pernyataan beberapa orang yang sempat diwawancara untuk buku ini.


******************* 


Nick Bostrom: “Tapi kalau pun manusia punah, menurut saya, hal itu lebih disebabkan oleh teknologi-teknologi baru daripada kehancuran lingkungan.”

Paul Martin: “Sederhana saja. Begitu manusia keluar dari Afrika dan Asia dan tiba di wilayah-wilayah lain di dunia, semua pintu neraka terbuka.”

Tyler Volk: “Pada akhirnya, siklus geologis akan mengembalikan CO2 kembali ke tingkat di mana manusia belum ada. Itu akan butuh waktu 100.000 tahun.”

Partois ole Santian: “Orang tua itu, Koonyi, sudah mengatakannya sendiri: ‘Akhir dari Bumi, pada waktunya, AIDS akan menyapu bersih semua manusia. Hewan yang akan mengambil alih kembali.’”

Richard Thompson: "Artinya kita terlalu rendah menaksir jumlah plastik yang kita temukan. Jawaban sebenarnya adalah kita tidak tahu ada berapa banyak plastik di luar sana... Pikirkan ini: andaikan semua aktivitas manusia berhenti besok, dan tiba-tiba tidak ada lagi plastik diproduksi. Dari yang sudah ada saja, dilihat dari caranya plastik terpecah-pecah, organisme tanpa diragukan lagi harus berurusan dengan barang ini. Ribuan tahun, mungkin. Atau malahan lebih.”  

E.C.: “Bahkan pada hari kerja biasa, sebuah pabrik petrokimia adalah sebuah bom waktu yang terus berdetak.... Jika ini terjadi pada tiap pabrik di seluruh dunia, bayangkan jumlah polutannya. Bayangkan pembakaran di Irak. Lalu lipat-gandakan itu, di manapun... Seluruh generasi berikutnya dari tumbuhan dan binatang yang tidak mati, mungkin harus bermutasi dalam cara yang bisa mempengaruhi evolusi.”  

James Lovelock: “Bumi berperilaku seperti super-organisme. Tanahnya, atmosfir, dan samuderanya menggubah sebuah sistem sirkulasi yang diatur oleh flora dan fauna di dalamnya... Planet yang hidup ini sedang menderita demam tinggi, dan kita-lah virusnya.”

Abdiel Perez: “Terusan Panama adalah seperti luka yang dibuat oleh manusia di atas Bumi; luka yang oleh alam ini sedang dicoba disembuhkan."

Kyung Won: “Jika tidak ada pertanian yang memberi makan 20 juta manusia di Seoul, belum lagi di Korea Utara, pompa-pompa yang bertahan melawan musim akan berhenti. Air akan kembali, bersama dengannya kehidupan alam liar. Untuk tumbuhan dan binatang, itu akan menjadi sebuah pembebasan. Sebuah surga.”
                                 
Hyon Gak Sunim: “Dunia ini tidak permanen. Seperti tubuh kita, kita harus melepaskannya... Tubuh itu adalah penting untuk pencerahan. Kita punya kewajiban untuk merawat tubuh kita sendiri.”  

E. O. Wilson: “Di abad ini, kita akan membangun etika menurunkan populasi secara bertahap, sampai kita mencapai sebuah dunia dengan penurunan drastis dampak buatan manusia.”

Robert Baker: “Aktivitas biasa manusia lebih merusak terhadap biodiversitas dan berlimpahnya flora-fauna lokal daripada bencana terburuk pabrik nuklir.”

Arthur Demarest: "Masyarakat telah berevolusi memunculkan terlalu banyak kaum elit, semuanya menuntut barang mainan yang eksotis... Terlalu banyak pewaris yang menginginkan singgasana, atau mengharuskan ritual pertumpahan darah untuk memastikan ketinggian status mereka. Sehingga peperangan dinasti memuncak... Ketika kau mempelajari kelompok-kelompok masyarakat yang sepercaya diri masyarakat kita yang tercerai-berai dan akhirnya ditelan oleh rimba, kau melihat bahwa keseimbangan antara ekologi dan masyarakat manusia sangat rapuh. Jika ada sesuatu yang mengganggu keseimbangan tersebut, maka itu adalah akhir dari segalanya.”     

Doug Erwin: "Bagaimanapun manusia pada akhirnya akan musnah. Segala sesuatunya sejauh ini punah. Mirip dengan kematian:. Tidak ada alasan untuk beranggapan bahwa kita berbeda. Tapi kehidupan akan terus berjalan. Mungkin awalnya kehidupan mikroba. Atau lipan berlarian ke sana-ke mari. Kemudian hidup akan membaik dan berlanjut, ada maupuan tidak ada kita di sini.”

Les Knight: "Dari definisinya, kita adalah makhluk asing penyerbu. Di mana pun kecuali di Afrika. Tiap kali Homo sapiens pergi ke mana pun, banyak terjadi kepunahan."

Jeremy Jackson: “Aku hampir tidak bisa melihat dasar laut bahkan sepersepuluhnya saja (ketika menyelam di pulau karang Palmyra). Pandanganku tertutup oleh hiu-hiu dan ikan-ikan besar. Kau harus lihat sendiri ke sana.” 

Enric Sala: "Saya sungguh terpukau pada kemampuan hidup untuk bertahan terhadap apa pun. Beri kesempatan, maka hidup akan merambah ke mana-mana. Sebuah spesies yang kreatif dan hampir secerdas manusia pasti akan menemukan cara untuk meraih keseimbangan. Sesungguhnya kita harus banyak belajar. Tapi saya belum menyerah pada manusia... Bahkan kalau pun kita tidak melakukannya, jika planet ini mampu keluar hidup-hidup dari Permian, maka dia juga bisa dari manusia.” 

Dalai Lama: “Siapa tahu?” (ketika ditanyakan apakah dunia akan berlanjut tanpa manusia).

Abdùlhamit Çakmut: “Dunia ada untuk melayani manusia, karena manusia adalah makhluk paling mulia dari semua makhluk... Ada terdapat siklus-siklus dalam kehidupan. Dari biji muncul pohon, dari pohon muncul buah yang kita makan, dan kita sebagai manusia memberikan kembali. Segala sesuatunya dimaksudkan untuk melayani manusia. Jika manusia menghilang dari siklus ini, alam itu sendiri juga akan hilang... Kita melihat tanda-tanda. Keseimbangan sudah rusak. Segala yang baik dikalahkan. Terjadi lebih banyak ketidakadilan, eksploitasi, korupsi, polusi. Inilah yang sedang kita hadapi sekarang... Kita memelihara tubuh kita agar bisa hidup lebih lama. Kita juga harus melakukannya untuk dunia. Jika kita menghargainya, membuatnya berlangsung selama mungkin, kita bisa menangguhkan hari kiamat.” 

Aku: “Kalau aku mati, aku ingin bisa meninggalkan jejak materi seminim mungkin. Syukurlah bila alam setuju bahwa itulah salah satu bentuk tahu-diri dan terima kasihku pada alam ini karena sudah pernah menampung aku hidup...” (tidak diwawancara oleh Alan, tapi ingin juga mengeluarkan pendapatku J)


RTTb, 31 Januari 2013


*****************


Sumber:
Weisman, Alan. The World Without Us. New York: St. Martin’s Press, 2007.

2 komentar:

  1. jadi ini fiksi atau bukan?

    iya ringkasannya kepanjangan. dan spoiler ya. [elu banget] tapi gw akan cari bukunya. versi INDO :p

    BalasHapus
  2. Non-fiksi, Loly. Walaupun bbrp orang usul dimasukin ke speculative science. Spoiler? Nooo, I'm no spoiler. Rather, agitator or provocator, maybe ;)

    BalasHapus