Kalau kau pikir semua bisa kau bayar dengan uang, bah, simpan saja uangmu itu. Aku tidak sudi kau suruh-suruh seenaknya lalu kau pikir bisa bayar aku. Aku sudah bilang, kau bebas memilih, tapi kau tanggung sendiri konsekuensi dari pilihan-pilihanmu itu. Apa yang sudah kau rusak, kau harus perbaiki sendiri. Apa yang sudah kau habiskan, kau harus menggantinya. Apa yang sudah kau bunuh, bisa kau hidupkan kembali?
Tanggung jawab! Itu
yang aku maksud. Kau bertanggung jawab atas semua ulahmu. Tentu saja manusia
bisa berbuat kesalahan. Siapa sih yang sanggup sempurna? Namun yang paling penting,
manusia harus bertanggung jawab. Tapi kau juga harus jeli membedakan mana yang
bisa kau perbaiki dan mana yang tidak mungkin bisa baik seperti sedia kala
sesudah kau merusaknya. Jika tidak bisa membedakan, celakalah hidupmu. Dan aku
berdoa, semoga Tuhan tidak tuli, supaya celakamu itu berhenti sampai di dirimu
saja, tidak usah menyebar ke orang-orang atau makhluk-makhluk lain.
Dulu kau pingin
cepat kawin karena kau haus bersenggama sampai gatal kelaminmu. Padahal
sebenarnya kau belum siap berumah tangga. Padahal tahu apa kamu tentang hidup
berumah tangga di jaman durjana seperti ini? Tidak kau hitung baik-baik semua
biaya yang akan kau harus keluarkan kalau bayi-bayimu jebol ke dunia. Tidak kau
pelajari baik-baik watak manusia jaman sekarang dan wajah terburuk teknologi
modern ini. Sekarang kau mengeluh tidak sanggup menanggung semua beban rumah
tanggamu. Lalu kau berhutang sana-sini, hidup membanting tulang-tulangmu sampai
ngilu ke sari-sarinya. Mengapa kau mengeluh? Seharusnya dari awal kau buka lebar-lebar
matamu dan kau kunci saja saluran birahimu. Banyak anak banyak rejeki? Edan!
Kau pikir kau bangsawan yang punya banyak tanah dan berlimpah harta?
Dulu kau pikir kau
bisa mengurangi kerepotanmu dengan menaruh anak-anakmu di depan tivi, supaya
kau bisa bersibuk dengan pekerjaanmu yang lain. Sekarang kau mengeluh
anak-anakmu jadi kasar, perusak, rewel dan manja dengan sifat konsumtifnya.
Lalu kau datang padaku, kau minta aku merubah anak-anakmu. Heh? Apa-apaan? Buang
saja semua tivimu itu! Sayangnya, kau lebih sayang tivimu daripada anak-anakmu.
Memang, akal sehatmu itu sudah enyah sejak lama.
Dulu kau pikir kau
bisa beli perhatian dan keberpihakan anak-cucumu dengan harta benda, dengan
mudahnya kau berikan dan sediakan semua. Sekarang, kau mengeluh karena mereka jadi
punya mental pengemis, parasit dan vampir penghisap darah. Di antara mereka
bertarung memperebutkan uang dan warisanmu, berharap kau cepat mati saja.
Padahal sudah kukatakan padamu, jangan merampas hak mereka untuk berjuang. Kau
bilang aku terlalu keras dan tidak punya belas kasih. Sekarang, lihat sendiri
akibat perbuatanmu. Kau rubahlah itu semua kalau bisa. Aku tidak sudi menyapu
sampah-sampahmu!
Dulu sudah kukatakan
padamu, jangan berhenti belajar meskipun kau sudah tamat bangku sekolah. Tapi
kau terlalu malas, kau anggap belajar dan membaca buku hanya untuk yang masih
sekolah. Lalu kau lebih memilih menyibukkan dirimu dengan kegiatan lain yang
sia-sia dan remeh. Sekarang, ketika anak-anakmu sudah lebih pintar darimu,
mereka tidak bisa lagi mendapat jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang mereka
ajukan padamu. Di mata mereka, kau orang tua yang bodoh, tidak tahu apa-apa.
Diajak berdiskusi pun tidak bisa. Lalu mereka mencari jawaban di luar, sayangnya
dengan cara-cara yang keliru dan dari sumber-sumber yang sesat. Sekarang, kau
datang berkeluh-kesah padaku mengenai anak-anakmu yang sudah menjauh darimu dan
salah pergaulan, katamu. Apa kubilang?
Dulu kau
hambur-hambur semua yang ada, semua yang kau punya. Makananmu, airmu, bahan
bakarmu, sampahmu. Semuanya! Sekarang kau masih melakukannya, bahkan kau ajari
anak-anakmu untuk melakukannya juga. Kau santai saja, seakan-akan semua tidak
akan ada habisnya, seolah-olah tidak berlaku hukum sebab-akibat. Bangun dan
buka mata hatimu! Apa yang kau tabur akan kau tuai. Lihat saja, nanti
keturunanmu sendiri yang akan menanggung bencana-bencana masa depan. Aku? Jangan
suruh-suruh aku ikut menanggung dosa-dosamu. Aku lakukan apa yang aku bisa
untuk setidaknya menebus dosa-dosaku sendiri. Hey, lagipula aku tidak lama lagi
akan mati. Aku tidak akan sempat mengalami semua itu. Tidak juga keturunanku,
karena aku memang sengaja memilih untuk tidak punya keturunan. Supaya mereka
tidak harus menderita ikut menanggung semua akibat dari segala ketololanmu itu.
Kau, dan semua orang lain sepertimu.
Terus terang saja,
jika sejak awalnya kau tidak siap menjadi orang tua bagi anak-anak di jaman
ini, lebih baik kau pikir-pikir panjang berkali-kali dulu. Jangan kau bisanya cuma
bikin rusak saja, lalu kau datang padaku minta aku perbaiki anak-anakmu. Kau
sendiri tak sadar kau pun sudah rusak. Dan aku, aku bukan tukang servis!
DKr, 20 Maret 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar