MENGANTAR DI PINTU RUANG BERCERMIN

Berbagi Cermin Hidup...

Adalah niatanku (dan mereka yang turut berkisah) untuk saling berbagi proses dan hasil perenungan hidup kami. Aku masih seorang pemula, dan pasti juga bukan perintis. Kita teruskan saja apa yang pernah dan masih menjadi baik.
Jika kau bisa menemukan cerminmu di kisah-kisah yang kuceritakan, aku ikut merasa senang. Jika tidak, berbagilah dengan orang-orang lain, karena mungkin seseorang yang lain bisa menemukan cerminnya di situ.
Mari berbagi cermin hidup.

Rabu, 20 Maret 2013

AKU BUKAN TUKANG SERVIS!

Maaf, aku bukan tukang servis. Aku tidak menyediakan jasa untuk memperbaiki kerusakan-kerusakan yang kau bikin sendiri akibat bodoh dan bebalmu.
Kalau kau pikir semua bisa kau bayar dengan uang, bah, simpan saja uangmu itu. Aku tidak sudi kau suruh-suruh seenaknya lalu kau pikir bisa bayar aku. Aku sudah bilang, kau bebas memilih, tapi kau tanggung sendiri konsekuensi dari pilihan-pilihanmu itu. Apa yang sudah kau rusak, kau harus perbaiki sendiri. Apa yang sudah kau habiskan, kau harus menggantinya. Apa yang sudah kau bunuh, bisa kau hidupkan kembali?

Tanggung jawab! Itu yang aku maksud. Kau bertanggung jawab atas semua ulahmu. Tentu saja manusia bisa berbuat kesalahan. Siapa sih yang sanggup sempurna? Namun yang paling penting, manusia harus bertanggung jawab. Tapi kau juga harus jeli membedakan mana yang bisa kau perbaiki dan mana yang tidak mungkin bisa baik seperti sedia kala sesudah kau merusaknya. Jika tidak bisa membedakan, celakalah hidupmu. Dan aku berdoa, semoga Tuhan tidak tuli, supaya celakamu itu berhenti sampai di dirimu saja, tidak usah menyebar ke orang-orang atau makhluk-makhluk lain.

Dulu kau pingin cepat kawin karena kau haus bersenggama sampai gatal kelaminmu. Padahal sebenarnya kau belum siap berumah tangga. Padahal tahu apa kamu tentang hidup berumah tangga di jaman durjana seperti ini? Tidak kau hitung baik-baik semua biaya yang akan kau harus keluarkan kalau bayi-bayimu jebol ke dunia. Tidak kau pelajari baik-baik watak manusia jaman sekarang dan wajah terburuk teknologi modern ini. Sekarang kau mengeluh tidak sanggup menanggung semua beban rumah tanggamu. Lalu kau berhutang sana-sini, hidup membanting tulang-tulangmu sampai ngilu ke sari-sarinya. Mengapa kau mengeluh? Seharusnya dari awal kau buka lebar-lebar matamu dan kau kunci saja saluran birahimu. Banyak anak banyak rejeki? Edan! Kau pikir kau bangsawan yang punya banyak tanah dan berlimpah harta?

Dulu kau pikir kau bisa mengurangi kerepotanmu dengan menaruh anak-anakmu di depan tivi, supaya kau bisa bersibuk dengan pekerjaanmu yang lain. Sekarang kau mengeluh anak-anakmu jadi kasar, perusak, rewel dan manja dengan sifat konsumtifnya. Lalu kau datang padaku, kau minta aku merubah anak-anakmu. Heh? Apa-apaan? Buang saja semua tivimu itu! Sayangnya, kau lebih sayang tivimu daripada anak-anakmu. Memang, akal sehatmu itu sudah enyah sejak lama.   

Dulu kau pikir kau bisa beli perhatian dan keberpihakan anak-cucumu dengan harta benda, dengan mudahnya kau berikan dan sediakan semua. Sekarang, kau mengeluh karena mereka jadi punya mental pengemis, parasit dan vampir penghisap darah. Di antara mereka bertarung memperebutkan uang dan warisanmu, berharap kau cepat mati saja. Padahal sudah kukatakan padamu, jangan merampas hak mereka untuk berjuang. Kau bilang aku terlalu keras dan tidak punya belas kasih. Sekarang, lihat sendiri akibat perbuatanmu. Kau rubahlah itu semua kalau bisa. Aku tidak sudi menyapu sampah-sampahmu!

Dulu sudah kukatakan padamu, jangan berhenti belajar meskipun kau sudah tamat bangku sekolah. Tapi kau terlalu malas, kau anggap belajar dan membaca buku hanya untuk yang masih sekolah. Lalu kau lebih memilih menyibukkan dirimu dengan kegiatan lain yang sia-sia dan remeh. Sekarang, ketika anak-anakmu sudah lebih pintar darimu, mereka tidak bisa lagi mendapat jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang mereka ajukan padamu. Di mata mereka, kau orang tua yang bodoh, tidak tahu apa-apa. Diajak berdiskusi pun tidak bisa. Lalu mereka mencari jawaban di luar, sayangnya dengan cara-cara yang keliru dan dari sumber-sumber yang sesat. Sekarang, kau datang berkeluh-kesah padaku mengenai anak-anakmu yang sudah menjauh darimu dan salah pergaulan, katamu. Apa kubilang?

Dulu kau hambur-hambur semua yang ada, semua yang kau punya. Makananmu, airmu, bahan bakarmu, sampahmu. Semuanya! Sekarang kau masih melakukannya, bahkan kau ajari anak-anakmu untuk melakukannya juga. Kau santai saja, seakan-akan semua tidak akan ada habisnya, seolah-olah tidak berlaku hukum sebab-akibat. Bangun dan buka mata hatimu! Apa yang kau tabur akan kau tuai. Lihat saja, nanti keturunanmu sendiri yang akan menanggung bencana-bencana masa depan. Aku? Jangan suruh-suruh aku ikut menanggung dosa-dosamu. Aku lakukan apa yang aku bisa untuk setidaknya menebus dosa-dosaku sendiri. Hey, lagipula aku tidak lama lagi akan mati. Aku tidak akan sempat mengalami semua itu. Tidak juga keturunanku, karena aku memang sengaja memilih untuk tidak punya keturunan. Supaya mereka tidak harus menderita ikut menanggung semua akibat dari segala ketololanmu itu. Kau, dan semua orang lain sepertimu.

Terus terang saja, jika sejak awalnya kau tidak siap menjadi orang tua bagi anak-anak di jaman ini, lebih baik kau pikir-pikir panjang berkali-kali dulu. Jangan kau bisanya cuma bikin rusak saja, lalu kau datang padaku minta aku perbaiki anak-anakmu. Kau sendiri tak sadar kau pun sudah rusak. Dan aku, aku bukan tukang servis!




DKr, 20 Maret 2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar