Kekasih,
Tidak kutemukan
hangat tubuhmu pagi ini
Walau ragamu menjauh
dua jengkal saja
Masih bisa kubaui
hawa kecut
Dari mulutmu yang
memompakan ruap fermentasi
Dengan siapa jiwamu terbang
bermimpi semalam?
Adakah bersama
perempuan itu?
Kekasih,
Tak cukupkah bagimu
semua jembatan di belakangku yang sudah kubakar itu?
Semua yang kau
syaratkan dariku sudah kuberikan
Dan untukmu aku baktikan
Lebih dari yang kau
sanggup berikan
Lebih dari yang kau
bersedia
Lebih dari yang kau
pernah janjikan padaku
Kekasih,
Apakah kau pikir aku
tidak tahu?
Mungkin bagi
kawan-kawanmu ini sekedar cerita lelucon
Sembari menenggak
air berkata-kata kerap malam kalian merayakan entah apa
Takdirmu?
Kelelakianmu?
Kesetiakawanan mereka?
Hidup?
Dan dengan air mata aku
merenungi
Takdirku
Kelelakianmu
Kesetiaanku
Hidup
Kekasih,
Kejam nian rajam
hidup ini kurasakan
Akan diapakannya putra
kita?
Begitu mirip kalian
berdua
Akankah ia jadi
sepertimu?
Ataukah ia akan
menanggung karmamu?
Apa lagi daya yang
harus kulakoni
Agar dewa-dewa sudi
menjawab doa dan sesembahanku?
Biar hangat tubuhmu
kembali tiap malam untukku saja?
Supaya air mata ini
berubah haru bahagia?
Dan pagi ini
Sama seperti dini
kemarin
Kau akan terbangun
Seakan tak pernah
terjadi apa-apa
Seakan aku tak paham
Seakan kau
laki-lakiku seutuhnya
Sampai kau bergegas
untuk rasuk masuk ke duniamu lagi
Aku akan melepasmu
Membantumu membangun
kepura-puraanmu
Menjagamu tak remuk
berkeping dalam kerapuhanmu
Seperti seorang ibu menjaga
cangkang tipis anaknya
Seberapa sanggup
aku?
Sampai kapan?
Ub-LdnH, 28 November
2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar